Minggu, 03 Februari 2013

WALHI KALBAR KECAM AKSI KEKERASAN DI PTPN VII CINTA MANIS

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar mengecam tindakan kekerasan serta penangkapan sejumlah petani maupun aktivis penggiat lingkungan hidup di Sumatera Selatan yang terjadi pada hari Selasa, 29 Januari 2013. Sedikitnya 26 orang yang terdiri dari petani dan aktivis, termasuk Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumatera Selatan Anwar Sadat, ditangkap dan mengalami luka di kepala akibat penganiayaan dari aparat kepolisian. 

Direktur Eksekutif Daerah Walhi Kalbar, Anton P. Wijaya mengungkapkan, perjuangan masyarakat petani di Indonesia untuk melindungi dan mempertahankan tanah dan wilayah kelola mereka dari perampasan dan penggunaan lainnya adalah perjuangan yang sangat fundamental, yaitu perjuangan untuk bertahan hidup dan mengembangkan kehidupan di muka bumi ini. Di sisi lain, tanah dan wilayah kelola masyarakat ini dirampas dan dikonversi untuk mengembangkan modal dan kekayaan untuk mendapatkan nilai baru (kekayaan baru) di atas kekayaan lama. 

"Dalam logika ini dan jaminan Undang-Undang; hak rakyat atas tanah dan sumber daya alam dilindungi UUD 1945, khususnya Pasal 33, harusnya atas nama keadilan & kepastian hidup, aparat penegak hukum berpihak kepada petani. Mereka harusnya melindungi hak-hak petani dan menjewer para perampas tanah rakyat," ujar Anton Anton Rabu (30/1/13) sore. 

Menurutnya, realitas di negeri ini berbeda. Para penegak hukum justru lebih berpihak kepada pemilik modal. Dimana-mana konflik perebutan lahan atau konflik agraria selalu memposisikan masyarakat petani sebagai korban untuk dikalahkan. Mempertahankan tanah-tanah mereka dianggap salah, sehingga layak dipukul, ditangkap, dikriminalisasi bahkan tidak sedikit yang harus dimatikan, agar perjuangan mempertahankan tanah leluhur mereka tersebut menjadi lemah dan mudah diambil alih. 

"Kasus di PTPN VII Cinta Manis Sumatera Selatan menunjukkan aparat kepolisian tanpa rasa malu masih menggunakan cara – cara kanibal dalam menangani konflik agraria antara perusahaan dan masyarakat petani," tambahnya. Ia pun menilai, di tengah perubahan dan komitmen Pemerintah RI untuk lebih menghormati HAM dan Masyarakat Adat, penanganan kasus seperti ini adalah aib yang harus dipertanggungjawabkan. 

Sementara di Kalbar, diakuinya konflik agraria juga menjadi persoalan utama Pemerintah daerah. Oleh karena itu, pola penanganan dan penyelesaiannya harus lebih baik. "Berbagai kasus di luar Kalbar harus menjadi pelajaran Pemerintah dan aparat kepolisian," tegas Anton. 

Dalam konteks ini, Walhi mendesak pemerintah, khususnya Kapolda dan jajarannya untuk lebih meningkatkan kapasitas memahami historis kepemilikan tanah di Kalbar dan sejumlah konflik agraria yang terjadi. Kapasitas yang baik bakal berkontribusi signifikan dalam mengamankan dan memediasi konflik agraria antara masyarakat petani dengan perusahaan. "Setidaknya menjadi lebih objektif dan malu berpihak kepada modal," tambahnya. 

Anton menambahkan, atas tindakan represif aparat kepolisian Sumatera Selatan khususnya dan seluruh aparat kepolisian di tanah air dalam menangani konflik agraria, maka Walhi Kalbar mengeluarkan 5 pointer pernyataan sikap, yakni : Mendukung penuh perjuangan petani Ogan Ilir dan seluruh petani di Indonesia dalam melindungi dan mempertahankan lingkungan hidup, hak atas tanah, serta sumber-sumber kehidupannya. Hak rakyat atas tanah dan sumberdaya alam dilindungi UUD 1945, khususnya Pasal 33 ; Presiden RI harus segera melakukan evaluasi dan mencabut izin-izin pemanfaatan lahan yang berkonflik dan berpotensi konflik serta merugikan masyarakat petani di Indonesia ; Mendesak Kapolri membebaskan seluruh petani dan aktivis yang ditahan di Mapolda Sumatera Selatan tanpa syarat, serta meminta pertanggungjawaban Kapolda Sumatera Selatan dan Kapolres Ogan Ilir atas tindakan kriminal mereka dalam penanganan konflik agraria di Sumatera Selatan ; kemudian mendesak Komnas HAM, Kompolnas maupun LPSK untuk melakukan investigasi cepat dan segera mengeluarkan rekomendasi atas hasil investigasi kasus tersebut ; serta mendesak Kapolda Kalbar untuk meningkatkan kapasitas seluruh anggotanya dalam memahami dan menangani konflik agraria di Kalbar.

0 comments:

Posting Komentar