ENTIKONG, di antara penyelundupan dan trafficking

           Aktifitas di PLB Entikong Kabupaten Sanggau dengan Tebedu Sarawak Malaysia Timur, mulai menggeliat seiring dibukanya Pintu Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) yang diapit belahan kaki bukit “ Benuan “ pada pukul 05. 00 WIB, beriringan dengan merekahnya sang surya menembus celah beranda, yang memisahkan kedua Negara.
Sulit dipercaya di balik kokohnya Pintu Pos Pemeriksaan, yang dilegalkan oleh Pemerintahan kedua Negara lebih dari seperempat abad ini, ternyata masih menyisakan berbagai permasalahan. Sebab melihat pintu besi, Tentara maupun Polis bersenjata, ditambah sekat-sekat bangunan tempat para petugas berjaga,` tidaklah mudah bagi siapapun untuk bisa lolos, menembus celah-celah di sekitarnya tanpa melengkapi diri dengan secarik identitas apapun bentuknya. Beranda etalase bangsa` sebuah fenomena yang melekat dalam pandangan mata serta buah bibir pembicaraan semua orang, menyangkut kesenjangan yang tampak di depan mata. 
Kondisi ini pula yang menyulut keprihatinan dalam perbedaan, jika dibandingkan dengan daerah perbatasan dalam wilayah Malaysia. Secara kasat mata daerah perbatasan Indonesia sangat jauh tertinggal dan terbelakang tingkat kesejahteraannya. Entikong merupakan salah satu daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia yang terletak di Kalimantan Barat. Tepatnya berbatasan dengan Serawak, Malaysia Timur. Sebagai daerah Border, Entikong kerap dijadikan pintu masuk dan keluar bagi para Tenaga Kerja Indonesia, baik yang memiliki izin kerja secara resmi maupun yang tidak. 
Berdasarkan hasil kajian sejumlah peneliti baik dari Perguruan Tinggi maupun organisasi non Pemerintah, sebagian besar berpendapat faktor utama yang menjadikan daerah kecamatan dusun atau kampung yang berada dalam wilayah perbatasan terhadap rendahnya tingkat kesejahteraan disebabkan kekeliruan pendekatan pemerintah pusat terhadap masalah perbatasan dimana hanya didasari pada pendekatan batas negara atau pertahanan keamanan semata. Pemahaman pemerintah pusat seperti ini juga tergambar dalam pengambilan keputusan aparatnya, padahal Pos Pemeriksaan Lintas Batas - PPLB Entikong Kalbar dan Tebedu Malaysia merupakan Kantor pelayanan bersama satu atap dalam mengawal dan melancarkan keluar masuk barang,orang dan kendaraan antar kedua Negara bertetanga. 
Seperti penuturan Kepala Pemeriksaan Bea Cukai PPLB Entikong Iwan Jaya, ketika dimintai penjelasannya soal kebijakan berbelanja 600 ringgit, yang berlaku puluhan tahun dan telah berkali-kali diprotes pedagang penduduk perbatasan karena dianggap sudah tidak sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat saat ini. Dirinya menyebutkan`, berdasarkan data dari PPM kabupaten sanggau, pendapatan perkapita masyarakat kecamatan Sekayam dan Entikong baru mencapai Rp. 6. 000.000,- per tahun. Jika dibagi 12, maka pendapatan per bulan masyarakat kedua kecamatan cuma Rp. 500. 000,-. Belum termasuk biaya kebutuhan sehari-hari, apa mungkin diberikan fasilitas 15 juta untuk perdagangan lintas batas. 
Wajar saja jika sikap Pemerintah Pusat seperti ini menjadikan minimnya perhatian dalam menengarai persoalan sosial ekonomi kemasyarakatan dan pembangunan di wilayah perbatasan. Seperti diungkapkan Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat Kecamatan Entikong Aspia Mahyus, semestinya pusat juga memperhatikan persoalan sosial ekonomi dan keterbelakangan serta ketertinggalan pembangunan di wilayah perbatasan. Memang cukup mengherankan setelah 64 tahun Indonesia merdeka juga belum pernah ada rancangan tata ruang peruntukan wilayah perbatasan. Sangat ironis memang apalagi pemerintah pusat mengetahui adanya aktifitas perdagangan secara tradisional yang berpuluh-puluh tahun silam sudah digeluti masyarakat di dua Negara yang berbatasan darat langsung yang menghuni sepanjang 966 km. 
Menyibak kebijakan pemerintah yang belum menyentuh aktifitas sosial ekonomi dan pembangunan di wilayah perbatasan ini, perlu pengungkapan fakta. Untuk mengungkap hal itu dapat dilakukan dengan menelusuri lika-liku dan jalur jejak penyaluran gula ilegal dari Malaysia yang misterius legal maupun ilegal secara besar-besaran, baik melalui. Pintu Pos Lintas Batas, maupun jalur jalan tikus atau jalan setapak berlangsung secara terang-terangan. Aktifitas perdagangan gula ilegal di perbatasan Malaysia-Indonesia dan dipasok ke wilayah Kalbar, sebenarnya sudah berlangsung sejak lama dan keberadaannya juga diketahui berbagai kalangan. Namun terindikasi dikondisikan agar tetap ilegal. 
Berdasarkan ketentuan tata niaga perdagangan wilayah perbatasan atau perjanjian perdagangan lintas batas Border Trade Agreement yang ditanda tangani pemerintah kedua negara 24 Agustus 1970, sebagai pelaksanaan dari Pemufakatan Lintas Batas Border Crossing Arrangement atau Overland Border Trade yang ditanda tangani di Jakarta 26 Mei 1967. Dalam perjanjian tersebut diatur perdagangan lintas batas Indonesia Malaysia dapat dilakuan melalui darat dan laut. Khusus untuk perdagangan lintas daratan dapat dilakukan di daerah-daerah yang telah ditetapkan dalam Basic Arrangement On Border Crossing mencakup 5 Kabupaten di Kalbar yang 15 kecamatan dan 98 desanya memiliki kurang lebh 50 jalur setapak di 55 desa yang berhubungan darat langsung dengan 32 kampung di wilayah Serawak Malaysia Timur. 
Dari berbagai informasi yang dihimpun, disinyalir asal gula impor yang masuk ke wilayah Kalbar melalui Pos Pemeriksaan PPLB Entikong, dipasok oleh pergudangan gula di Pasar Tebedu Baru, sekitar 4 Km dari PPLB Tebedu Serawak Malaysia dan PPLB Entikong Kalbar Indonesia. I Kg gula dijual sebesar 6 ringgit, dengan ongkos angkut menuju pos lintas batas sebesar 5 ribu ringgit per karung. Untuk gula 60 karung yang dibawa hingga terminal di Entikong, cukup mengeluarkan ongkos senilai 300. ribu ringgit, itu sudah termasuk uang keamanan. Salah seorang pihak gudang gula di Tebedu bernama Alex, bahkan siap melayani berapun banyaknya permintaan gula dari pedagang gula asal Indonesia.
Untuk Memasukkan Gula Malaysia Ke Indonesia Para Pedagang Gula di perbatasan, memanfaatkan Perjanjian Perdagangan Lintas Batas Malaysia – Indonesia. Yang Mengatur Setiap Orang Pelaku Perdagangan Lintas Batas Antara Kalimantan Barat dengan Malaysia Timur, adalah Penduduk Yang Bertempat Tinggal Didalam Lintas Batas Kedua Negara. Diperbolehkan Membeli Barang-Barang Konsumsi Dan Peralatan Perkakas Yang Dibutuhkan Untuk Keperluan Perindustrian. Tidak Melebihi 600 ringgit Malaysia Per bulan atau sekitar Rp. 2. 100. 000,. Faktanya Para pedagang lintas batas Mengumpulkan Sebanyak-Banyaknya Kartu, buku Pas Lintas Batas penduduk perbatasan yang dipergunakan untuk membeli gula di Malaysia. Kondisi Ini diakui oleh pelaku pedagang dan pemasok gula Malaysia ke Indonesia, ketika ditemui seusai membongkar muatan di salah satu gudang di Entikong. Dirinya menyebutkan setoran untuk petugas di gudang atas sebesar Rp. 100. 000, petugas di gudang bawah sebesar Rp. 100. 000, kemudian petugas TNI di pos pertama sebesar Rp. 20. 000, sedangkan tentara dan anggota brimob yang berada di sekitar masing – masing mendapat jatah Rp. 20. 000. sementara jatah untuk polsek sebesar Rp. 100. 000. Jika semuanya telah mendapat bagian, maka amanlah barang tersebut diangkut menuju Balai Karangan. Dirinya menambahkan semuanya telah terkoordinir, bukan sekedar tahu saja. Namun` ketika temuan ini dikonfirmasi langsung ke pihak Bea Cukai di PPLB Entikong, dengan tegas Kepala Seksi Pemeriksaan Bea Cukai PPLB Entikong Iwan Jaya, membantah adanya upeti atau setoran kepada petugas seperti yang disampaikan. Dirinya bahkan mengaku belum pernah mendengar, hal tersebut. Tapi jika memang ada indikasi seperti itu, tolong disampaikan dan akan diproses lebih lanjut. Terlepas tahu atau tidaknya para pejabat Bea dan Cukai tentang penyimpangan di kepabeanan, sebenarnya fakta di lapangan cukup menjadi bukti kongkrit adanya penyeludupan barang melalui border
Setelah lolos dari pemeriksaan pos lintas batas, para pedagang membawa gula biasanya melakukan bongkar muat di pangkalan pergudangan pasar kecamatan Entikong dan pasar Balai Karangan kecamatan Sekayam atau di beberapa kecamatan di wilayah lini satu perbatasan. Seperti kecamatan Nanga Mahap, Jangkang dan Beduai. Bahkan ada yang bongkar muatan di pergudangan lini dua wilayah perbatasan kecamatan Kembayan dan Sosok. Jalur perdagangan gula Malaysia untuk bisa diperdagangkan ke Pontianak, setelah truk pengangkut sampai di kecamatan Sosok maka jalur terbagi dua, satu melewati kecamatan Tayan transit di pasarT kemudian diangkut dengan kapal motor ke Pontianak atau langsung ke.tujuan lain diluar kalbar dan ada melalui jalan darat Tayan Ambawang kemudian ke Pontianak. Jalur ke dua setelah kecamatan Sosok masuk ke kecamatan Pahuman, Mandor, Anjungan, Sungai Pinyuh dan sampai ke Pontianak. 
Gula yang masuk wilayah kalbar melalui pos PPLB Entikong dan jalan setapak rata-rata perharinya 30 s/d 50 ribu ton. Jumlah ini cukup mengherankan, mengingat kebutuhan gula Kalbar telah ditetapkan pemerintah tidak melebihi 5 ribu ton perbulannya. Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalbar Dodi Surya Wardaya, untuk impor gula pemerintah telah menunjuk 3 perusahaan importir, masing-masing PTP Sembilan dan PTP Sebelas serta Perusahaan Perdagangan Indonesia – PPI. Untuk memenuhi kebutuhan kalbar, maka perusahaan lokal wajib bermitra dengan ke tiga perusahaan yang telah ditunjuk tersebut. Terindikasi perdagangan.
Menyikapi maraknya peredaran gula asal Malaysia ini, Ketua Asosiasi Pedagang Gula Dan Terigu - APEGTI Kalbar Syarif Usman al - Muttahar secara akuntabilitas memaparkan kebutuhan gula Kalbar mencapai 7 Juta Kg dengan harga Rp. 8. 200 per Kg. Dengan dengan demikian terjadi perputaran uang mencapai lebih dari 56 milyar rupiah per bulan. Sementara itu` Polda Kalbar sebagai salah satu institusi penegak hukum, yang berkewajiban mengamankan setiap kebijakan peraturan perundang-undangan. Disinyalir juga turut andil melancarkan maraknya perdagangan gula ilegal asal Malaysia di Kalbar. Pasalnya 14 Mapolsek di sepanjang jalur perjalanan yang dilalui truck pengangkut gula ilegal, merupakan pos wajib setor upeti agar lolos dari pemeriksaan. Ketika hal ini dikemukakan, Kepala Bidang Humas Polda Kalbar AKBP Suhadi, SW. mengklarifikasi peraturan dan kewenangan yg tidak jelas dari pemerintah pusat di wilayah perbatasan. Dan hal inilah sebenarnya yang memicu tingginya angka perdagangan ilegal, di perbatasan kedua negara bertetangga. Dirinya menjelaskan gula tersebut kendati ilegal, namun dibeli dengan cara berbelanja 600 ringgit maka hal tersebut jelas legal. Jika kemudian gula ilegal tersebut kemudian dijual kepada para pengusaha, tentu lain lagi persoalannya. Kendati demikian Suhadi menginginkan adanya perubahan mengenai sistem perdagangan di lintas batas. Kalu bisa ditinjau kembali belanja 600 ringgit, artinya tidak hanya berada di radius 5 mil, namun lebih.
Kokohnya tembok yang dibangun, sigapnya barisan petugas yang dipersenjatai dan rapatnya pagar besi perbatasan. Ternyata bukanlah jaminan untuk tidak terjadinya pelanggaran peraturan dan ketentuan hukum yang berlaku, di kawasan perbatasan Indonesia dan Malaysia. Kita berharap mata rantai tata niaga impor gula ilegal di perbatasan Indonesia - Malaysia tidak terus ditutup – tutupi. Karena fakta-fakta yang terjadi di wilayah perbatasan Indonesia - Malaysia merupakan benang kusut, yang seharusnya diungkapkan secara transparan. Serta mengenyampingkan kepentingan pribadi, kelompok tertentu, ego sektoral pada instansi Departemen tertentu dalam Institusi pemerintahan. Kita optimis berbagai persoalan di wilayah perbatasan, khususnya penangan gula ilegal dapat teratasi tanpa satu pihak pun yang dijadikan tumbal ataupun kambing hitam. 

==================== 0000 ========================