Sabtu, 07 Januari 2012

PARTISIPASI KAUM WANITA TIDAK DIUKUR MELALUI ANGKA

Era reformasi telah membuka ruang yang luas bagi kaum wanita, untuk bergerak di berbagai sektor publik. Namun, faktanya partisipasi wanita masih jauh dari harapan. Bahkan, keterwakilan politik wanita di parlemen baru sebesar 3 %, jauh di bawah kuota 30 %. Kepada RRI Senin (02/01/12), Pengurus HIPMI Kalbar Niswatul Ulya mengakui banyak faktor yang menjadi kendala dan tantangan bagi wanita untuk berkiprah di sektor publik. 
Pasalnya, kesempatan yang terbuka untuk mengekspresikan diri dalam kesetaraan gender, menuntut wanita untuk berfikir, bertindak, bekerja sekaligus memahami kaum pria, sehingga tidaklah semudah yang dibayangkan. Apalagi, wanita juga tetap harus tunduk pada norma yang mengacu adat ketimuran. Selain itu, kesalahan masyarakat dalam memahami aturan juga menjadi kendala lain, sehingga persoalannya begitu kompleks. Seperti kuota keterwakilan perempuan sebesar 30 % pada lembaga pemerintah, yang diartikan sebagai batas minimal. 
Sementara itu, akademisi Universitas Tanjungpura Turiman Fathurrahman menyatakan, partisipasi kaum wanita di sektor publik tidak hanya diukur melalui data dan statistik ataupun persentase keterwakilan dalam dimensi politik. Apalagi tidak semua wanita tertarik untuk menggeluti dunia politik. 
Turiman menambahkan, dalam tataran pelaksanaan program, justru wanita terkadang lebih berperan menyukseskan program dan kegiatan pemerintah. Diantaranya program kesehatan, pendidikan dan kependudukan di beberapa daerah justru lebih berhasil ketika diserahkan pengurusnnya pada wanita – wanita di desa setempat. Penyuluhan dilakukan melalui lembaga – lembaga kewanitaan baik lembaga mitra pemerintah seperti Posyandu dan PKK maupun lembaga keagamaan seperti Majelis Taqlim.

0 comments:

Posting Komentar