Jumat, 21 Oktober 2011

WALHI RESPON POSITIF PUTUSAN MK

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan masyarakat atas beberapa pasal dalam UU Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Perkebunan, yakni Pasal 21 dan Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2), membawa angin segar bagi kalangan petani masyarakat kedepan. Ketentuan Pasal 21 berisi larangan bagi setiap orang yang melakukan segala tindakan, yang dianggap dapat mengganggu jalannya usaha perkebunan. Sedangkan Pasal 47 berisi mengenai sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada para pelaku yang dianggap melanggar Pasal 21.
Dalam Dialog Interaktif di RRI Pontianak Rabu (28/09/11), Ketua Divisi Bidang Kampanye Walhi Kalbar Hendrikus Adam mengungkapkan jika kedua pasal tersebut telah lama digugat oleh masyarakat adat, khususnya yang bersengketa dengan investor perkebunan menyangkut kepemilikan atas tanah. Meskipun sebenarnya kalimat di dalam kedua pasal belumlah begitu jelas, tetapi dalam faktanya menjadi tameng bagi investor untuk menyaplok tanah masyarakat, bahkan mengkriminalisasikan warga yang melakukan aksi perlawanan ketika mempertahankan tanah mereka.
Sehingga dengan pembatalan ketentuan Pasal 21 dan Pasal 47 UU Perkebunan ini, terbuka kesempatan bagi kalangan petani dan masyarakat, untuk memperjuangkan kembali lahan dan tanah mereka yang selama ini dirampas dan digunakan perusahaan perkebunan.
Ditambahkan Adam, Walhi Kalbar juga menuntut Pemerintah Pusat, untuk memerhatikan dan menjalankan UU tersebut ke dalam bentuk peraturan, termasuk persidangan perkebunan yang selama ini banyak terjadi, khususnya di Kalbar. Diantaranya menuntut Kepala Negara memperhatikan putusan tersebut, khususnya dalam kerangka penyusunan kebijakan baru, yang terkait dengan langkah penyelesaian berbagai konflik perkebunan, yang melibatkan petani Masyarakat Adat, dengan perusahaan perkebunan.  

0 comments:

Posting Komentar