Jumat, 20 Mei 2011

BENTUK TIM INVESTIGASI PERIKSA PT. KANDELIA ALAM

Polemik panjang antara PT. Kandelia Alam dengan sebagian warga desa Kubu Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya, kini mulai mengerucut dan sedikit mengurangi tensi ketegangan dari kedua belah pihak. Menyusul hasil pertemuan yang difasilitasi Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar Kamis (19/05/11), dimana semua pihak yang bertikai menyetujui dibentuknya tim investigasi. Tim yang nanti dibentuk beranggotaan semua unsur terkait, akan turun langsung ke wilayah yang dipermasalhkan, patok 13 dan 16.
Dalam pertemuan tersebut, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar Cornelius Kimha menyatakan, jika hasil investigasi nanti menemukan data dan fakta bahwa pembabatan hutan mangrove oleh PT. Kandelia Alam telah menyalahi aturan dan merugikan masyarakat setempat, maka perusahaan harus menghentikan aktivitasnya di wilayah tersebut. Terutama menyangkut dampak ekologi yang ditimbulkan dari kerusakan hutan mangrove, yakni terganggunya aktifitas pertanian dan berkurangnya hasil tangkapan nelayan setempat. Namun, prosesnya tidaklah serta merta karena adanya aturan yang mengikat, apalagi penerbitan izin perusahaan di bawah otoritas Menteri Kehutanan bukan domain Pemerintah Provinsi.  
Sementara itu, Direktur PT. Kandelia Alam Fairus Mulya menyatakan, jika memang nantinya hasil investigasi membuktikan bahwa kegiatan penebangan hutan mangrove memang merugikan masyarakat maka perusahaan bersedia menutup areal tersebut. Namun, dirinya menuntut beberapa perusahaan pembuatan arang briket yang beroperasi di kawasan tersebut, juga mendapatkan perlakuan yang sama, karena juga membabat hutan mangrove. Investigasi juga harus diarahkan pada perusahaan yang terindikasi menebang hutan mangrove, untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan arang briket. Menurutnya penegakan hukum tidak boleh sepihak, siapa pun yang melanggar hukum harus ditindak sesuai aturan yang berlaku.
Ditegaskan Fairus, perusahaanya telah mengantongi izin dari Menteri Kehutanan, dan proses perizinan mengikuti prosedur yang ditetapkan dalam perundang-undangan. Dari 18.130 ha lahan yang dikuasai, sekitar 11. 000 ha saja yang dijadikan areal produksi. Selebihnya dipergunakan untuk kawasan hutan lindung. Bahkan, program konservasi yang dilakukan bukan hanya melakukan penanaman bakau, tapi juga menanam pohon Candela yang tergolong langka. Perlu diketahui bahwa nama perusahaan “Kandela” diambil dari nama tanaman tersebut. Ketika pertama kali ditemukan jumlahnya hanya 3 pohon, kini telah mencapai 10.000 lebih. Selama beroperasi pihaknya selalu memenuhi kewajiban menyetor pajak, termasuk membayar PSHDR sebesar Rp. 40 per kubik.
Di samping itu, Firdaus juga berjanji bahwa perusahaan akan membangun kanal atau parit seperti hasil kesepakatan dengan warga beberapa waktu lalu. Seluruh biaya ditanggung oleh perusahaan tanpa menggangu setoran bagi daerah.
Sebelumnya, Kepala desa Kubu Riduansyah sempat mempermasalahkan pembagia hasil yang dinilai tidak adil, karena desa hanya menerima dana kompensasi sebesar 43 juta rupiah per bulan. Sedangkan setoran perusahaan ke pusat nilainya mencapai 22 milyar rupiah. 
Meskipun sebagian besar warga yang hadir dalam pertemuan, merespon positif adanya pembentukan tim investigasi, namun beberapa diantaranya justru tidak puas. Guratan kekecewaan tampak dari raut wajah Herman, yang mengaku tidak terlalu berharap dari terbentuknya tim investigasi. 7 kali pertemuan yang dimediasi Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar, tidak membuahkan hasil yang menggembirakan. Semua pihak yang hadir mulai dari Danramil, Camat, Kapolsek Kubu hingga Kepala Dinas hanya mununtut warga untuk bersikap tenang dan menyelesaikan semua permasalahan dengan cara yang damai. Tapi anehnya mereka tetap membiarkan perusahaan terus beraktifitas dan membabat hutan mangrove, sehingga mengancam kelangsungan hidup masyarakat di masa mendatang. Menurutnya, ketergantungan masyarakat nelayan dan petani setempat akan hutan mangrove sangat tinggi. Terkesan semuanya telah dikondisikan oleh perusahaan. Seharusnya pemerintah provinsi Kalbar bersikap tegas dengan mencabut Rencana Kerja Tahunan-RKT Tahun 2011 PT. Kandelia Alam di blok 13 dan 16, karena wilayah tersebut berada di dekat pemukiman warga. Aktivitas pembabatan hutan mangrove yang berlangsung selama ini, telah mengurangi hasil tangkapan nelayan tradisional. Karena habitat dan biota di sungai dan pesisir laut mengalami kerusakan. Begitu pula dengan aktifitas pertanian warga yang terganggu akibat rembesan air laut.    

0 comments:

Posting Komentar