Selasa, 24 Mei 2011

ALIHFUNGSI ASET OLAHRAGA BERPOTENSI TERJERAT PASAL HUKUM

Mantan Gubernur Kalbar Usman Ja`far menyatakan bahwa alih kepemilikan lahan di kompleks GOR Khatulistiwa, dari KONI Kalbar ke Pemprov Kalbar telah sesuai prosedur. Begitu pula alihfungsi sarana dan prasarana olahraga di kompleks GOR Khatulistiwa bagi kepentingan usaha, melalui kerjasama dengan pihak ketiga sesuai mekanisme. Ditemui di Pontianak, Selasa (24/05/11), Usman Ja`far menuturkan, awalnya lahan seluas 28 hektar tersebut memang milik KONI, dengan bukti berupa sertifikat dari BPN. Ketika dirinya menjabat sebagai Ketua KONI Kalbar, pengusaha nasional Osman Sapta Odang/OSO mengajukan permohonan untuk memanfaatkan sebidang lahan kosong yang berdekatan dengan SPBU miliknya di Jl. MT. Haryono Pontianak, untuk dibangun pusat bisnis. Sebagai kompensasi, OSO berjanji untuk menyetorkan sebagian hasil pengelolaan pada KONI setiap bulan. Usman mengakui kemudian menindaklanjuti permintaan OSO, dengan memecah tanah kosong tersebut dari sertifikat induk KONI sebagai dasar pengelolaannya pada pihak swasta. Tapi ditolak oleh BPN karena KONI bukan lembaga berbadan hukum, sehingga tidak dapat memiliki sertifikat tanah. Dirinya sempat mempertanyakan waktu itu, lalu kenapa BPN mengabulkan permintaan gubernur Kalbar terdahulu, untuk mengeluarkan sertifikat bagi KONI kalau memang tidak boleh memiliki aset berupa tanah. Tapi BPN tidak menjawab, hanya menyarankan agar tanah tersebut dikembalikan lagi ke pemprov Kalbar. Akhirnya tanah pun dikembalikan lagi ke Pemrprov Kalbar dengan membuat nota serah terima dari Ketua KONI Kalbar ke Gubernur Kalbar, yang secara kebetulan dirinya menjabat sebagai Gubernur dan juga Ketua KONI. Tapi Usman Ja`far menegaskan, hingga akhir jabatannya proses sertifikasi belum kelar. Dirinya baru belakangan ini mengetahui jika seluruh lahan di kompleks GOR Khatulistiwa telah memiliki sertifikat atas nama Pemrov Kalbar.   
Terkait, keputusannya untuk menyerahkan lahan kosong tersebut pada pihak swasta adalah mencari pemasukan bagi KONI Kalbar, sehingga tidak hanya tergantung pada APBD yang nilainya relatif minim. Hal serupa sebenarnya juga telah dilakukan pada lahan lainnya, seperti menjadi Kolam renang dan restoran Galaherang. Tapi kesepakatan antara Pemrov dengan pihak ketiga, belum berlaku secara hukum, sehingga belum ada pembayaran atau penyerahan uang. Menurutnya jika memang KONI dapat mengelola lahan kosong pada areal tersebut untuk sumber pendanan kegiatan olahraga, memang tidak ada salahnya diurus KONI. Terkecuali tetap tidak dikelola, maka sebaiknya diserahkan saja pada pihak yang mau mengelolanya.
Sementara itu, Asisten Administrasi dan Umum Setda Kalbar Kartius mengakui kerjasama dengan pihak ketiga telah ditandatangani, dengan status sebagai HGB selama 30 tahun. Setelah berakhir dapat diperpanjang dan juga tidak. Namun dirinya enggan menyebutkan nama pihak ketiga tersebut, karena khawatir menimbulkan salah persepsi. Apalagi suasana mulai memanas. Di samping itu, Kapolda Kalbar juga meminta semua pihak untuk cooling down, agar susana tidak semakin panas. Bahkan, Sekda Kalbar juga menyarankan agar dirinya tidak terlalu banyak berkomentar dan semua informasi keluar dikoordinasikan dahulu. Kartius berjanji jika memang ada arahan dari Sekda, akan mengundang semua rekan media untuk menjelaskan permasalahan ini.
Di tempat terpisah, Anggota Fraksi Golkar DPRD Kalbar Andi Hudaya Wijaya mengatakan, terkesan Pemprov Kalbar bermain kucing-kucingan dengan DPRD, menyangkut pengelolaan lahan di kompleks GOR Khatulistiwa. Pasalnya pada Rapat Gabungan di Pansus LKPJ beberapa waktu lalu, Sekretaris Dispora Kalbar Syawal Bondorekso menyatakan bahwa lahan di kompleks GOR Khatulistiwa tidak akan dialihfungsikan pemanfaatannya. Tapi anehnya, belakangn justru areal itu telah diserahkan pengelolaanya pada pihak swasta, yang dipergunakan untuk kepentingan bisnis bukan untuk olahrga.
Menurutnya hal itu, telah menyalahi aturan, karena dalam UU Nomor 3 Tahun 2005 pasal 67 ayat 7 dinyatakan, bahwa tidak boleh menghilangkan, dalam artian tidak  boleh menjual, memindahtangankan atau mengalihfungsikan sarana dan prasarana  olahraga. Jika memang akan dialihfungsikan harus ada persetujuan dari Menteri Pemuda dan Olahraga.
Selain itu, kerjasama dengan pihak lain seharusnya dibicarakan dengan pihak DPRD. Karena di dalam pasal 42 ayat UU Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan, tugas dan wewenang dewan juga ditambah dengan memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antara daerah dan pihak ketiga. Pengelolaan selama 30 tahun pada pihak swasta jelas membebani masyarakat. Dirinya mengungkapkan permasalahn ini berpotensi menyeret pejabat di pemprov yang menyetujui kerjasama, berurusan dengan hukum. Apalagi sanksi pidana maksimal 5 tahun dan denda 20 milyar rupiah termuat dalam UU Nomor 3 Tahun 2005. Untuk itu, dirinya mengingatkan pemprov Kalbar untuk tidak mengambil langkah yang melanggar aturan perundang – undangan.  Di bagian lain, dirinya juga meminta asisten Kartius untuk menelusuri kembali, asal usul tanah di kompleks GOR Khatulistiwa. Apakah lahan tersebut, dibeli atau hibah dari masyarakat kepada pemerintah Pemprov Kalbar untuk kepentingan olahraga.           



0 comments:

Posting Komentar