Berbagai persoalan yang menyelimuti kawasan perbatasan Kalimantan Barat, sebenarnya bermuara dari amburadulnya Tata Ruang Wilayah Perbatasan. Akibatnya berbagai kebijakan Pemerintah Pusat dengan menggulirkan sejumlah program, tidak tepat sasaran dan belum dapat mengangkat derajat kesejahteraan masyarakat. Bahkan, adanya penetapan status kawasan hutan lindung dari Kementrian Kehutanan, telah menghambat daerah untuk mengembangkan perekonomian melalui sektor pertambangan maupun perkebunan.
Ditemui di Kota Pontianak, Jum`at (11/03/11), Kepala Biro Perencanaan, Kerjasama dan Hukum BNPP Sugeng Haryono, menyarankan revisi terhadap Tata Ruang Perbatasan diangkat menjadi isu nasional, sehingga dapat dibahas pada tingkat kementrian. Sebab, mustahil Pemerintah Daerah mendobrak regulasi yang diterbitkan Pemerintah Pusat, terutama menyangkut penetapan status kawasan hutan lindung atau hutan konservasi dari Kementrian Kehutanan. Apalagi, kondisi serupa sebenarnya juga terjadi di Provinsi lain yang memiliki kawasan perbatasan dengan negara tetangga, bukan hanya di Kalimantan Barat.
Di sisi lain, Sugeng menyebutkan BNPP dengan keanggotaan yang terdiri dari 18 Kementrian, memprioritaskan kemajuan pembangunan pada 39 kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga pada Tahun 2011 hingga 2012. Daerah tersebut tersebar di Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua, NAD, Sulawesi Utara, Riau, Riau Kepulauan dan Maluku. Prioritas kebijakan diambil karena pertimbangan terbatasnya infrastruktur, terisolir dari pusat pertumbuhan, adanya sengketa tapal batas serta kesejahteraan masyarakat yang relatif tertinggal.
0 comments:
Posting Komentar