Minggu, 15 Agustus 2010

MASYARAKAT TUNTUT CABUT IZIN PT. SINTANG RAYA


Masyarakat dari 4 desa di Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya, yakni ; Seruat II, Seruat III, Mengkalang Guntung dan Sungai Slamat. mendesak Pemerintah setempat segera mencabut izin operasi PT. Sintang Raya. Sebab, Perusahaan yang beroperasi sejak pertengahan 2006 ini, telah mempraktekkan perampasan lahan di tanah yang sudah dikelola masyarakat sejak puluhan tahun. Disamping itu, penebangan hutan yang dilakukan PT. Sintang Raya, telah mengakibatkan terjadinya bencana banjir di 4 desa tersebut. 
Dalam Jumpa Pers di Kantor Walhi Kalbar Senin (09/08/2010), salah seorang warga desa Seruat II, Jasni mengatakan, banjir setinggi 2 meter yang terjadi awal Juli lalu, merupakan dampak dari penebangan hutan oleh PT. Sintang Raya. Karena hutan yang selama ini menjadi daerah serapan air dan penyangga 4 desa tersebut, telah habis dibabat perusahaan. Pada saat bersamaan, sungai dan parit yang selama ini menjadi sumber air bagi masyarakat, juga ikut tercemar. 
Di tempat yang sama, Ketua Gemawan Agus Sutomo mempertanyakan keluarnya dokumen AMDAL PT. Sintang Raya, dari Pemerintah Kabupaten Kubu Raya.  Sebab, berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 tahun 2009 Tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan gambut untuk budidaya Kelapa Sawit, kriteria Lahan gambut yang dapat digunakan untuk budidaya kelapa sawit minimal memiliki kedalaman 3 meter. Sedangkan kedalaman lahan gambut yang dikonsesi PT. Sintang Raya, ada yang mencapai 4 – 5 meter.
Lebih lanjut, Agus Sutomo menyebutkan, indikasi pelanggaran hukum juga terlihat dari proses perizinan PT. Sintang Raya. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 tahun 2007, Tentang pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, syarat perusahaan dapat memperoleh Izin Usaha Perkebunan – IUP adalah memiliki studi AMDAL, atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup – UKL dan Upaya pemantauan lingkungan Hidup – UPL. Namun, PT. Sintang Raya telah mengantongi IUP berdasarkan SK Bupati Pontianak Nomor 400 Tahun 2004 dengan luas areal mencapai 20. 000 Ha tanpa adanya dokumen AMDAL. Sebab, dokumen AMDAL untuk PT. Sintang Raya baru diterbitkan Tahun 2008.
Sementara itu, Ketua Walhi Kalbar Hendi Chandra menyayangkan kebijakan sejumlah Kepala Daerah, yang masih memberikan izin baru bagi perkebunan kelapa sawit. Padahal, Presiden SBY telah mengkampanyekan pengurangan produksi Gas Rumah Kaca – GRK sebesar 50 % Tahun 2009, pada pertemuan G8 di Hokkaido Jepang. Hendi Chandra menilai semangat moratorium yang dicanangkan oleh Presiden ternyata mentah di daerah, termasuk di Kalbar. Karena konsesi lahan bagi perkebunan kelapa sawit masih diberikan Pemerintah Daerah, sehingga memperparah kerusakan lingkungan.
Meskipun telah menimbulkan dampak sosial dan lingkungan, namun konsesi lahan bagi perkebunan kelapa sawit masih saja diberikan Pemerintah Daerah. Walhi mencatat pada Tahun 2007, dari total luas izin usaha yang diterbitkan sekitar 3, 2 juta Ha, meningkat menjadi 4, 6 Ha pada Tahun 2008. Artinya dalam satu tahun di Kalbar, terjadi lonjakan luas izin usaha mencapai 1,4 juta Ha. Jika laju kerusakan hutan tak dapat dibendung, bukan hanya memicu tingginya produksi Gas Rumah Kaca, namun juga mengancam kelestarian keanekaragaman hayati serta masyarakat Kalbar yang masih menggantungkan hidupnya dari kawasan hutan.   

0 comments:

Posting Komentar