Sabtu, 17 April 2010

PENUHI HAK MASYARAKAT ADAT


Meskipun hak masyarakat adat atas tanah ulayat secara perdata telah diakui pemerintah, berdasarkan Undang – undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Namun` kebijakan sentralistik di masa lalu, mengakibatkan regulasi yang menjadi acuan belum sepenuhnya berpihak pada masyarakat adat. Terutama menyangkut tuntutan ganti rugi terhadap kegiatan usaha pertambangan dan perkebunan, atas tanah ulayat yang diklaim sebagai milik masyarakat adat. 
Ditemui Jum`at (17/04/10), Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Kalbar Marcellus Tjawan mengatakan, evaluasi terhadap seluruh Peraturan Daerah segera dilakukan. Terutama menindak lanjuti regulasi baru dari Pemerintah Pusat, menyangkut pemanfaatan Sumber Daya Alam, seperti sektor perkebunan dan pertambangan. 
Bahkan` beberapa daerah telah berinisiatif mengkonsolidasi ulang upaya memulihkan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat adat, melalui kebijakan yang mengatur kegiatan dan usaha di sektor perkebunan sawit.  

Di tempat terpisah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah – Bappeda Kalbar Fathan A. Rasyid mengatakan, komunitas masyarakat adat dapat mengusulkan pengelolaan kawasan hutan produksi, terutama di sekitar dan kawasan hutan, dengan mengajukan izin pemanfaatan hasil hutan, melalui hutan Kemasyarakatan dan hutan desa.

Isu penyelamatan hak masyarakat adat beberapa tahun belakangan, kian menguat di Kalbar. Khususnya dampak dari ekspansi agresif perkebunan sawit, yang menggusur dan meminggirkan hak – hak masyarakat adat. 
konflik yang memicu konfrontasi fisik antara masyarakat adat dan perusahaan perkebunan, mulai menyadarkan Pemerintah Pusat untuk mengevaluasi berbagai kebijakan yang belum mengakomodir kepentingan masyarakat di daerah. Serta mulai menyertakan Pemerintah setempat dan masyarakat lokal, dalam pengelolaan Sumber Daya Alam di kawasan Pertambangan dan konversi lahan bagi perkebunan.

0 comments:

Posting Komentar