Sementara itu` wartawan senior Pradono mengakui, “wartawan bukanlah orang suci yang tidak pernah melakukan kesalahan, namun bukan berarti membenarkan tindakan kekerasan. Jika memang ada rekan wartawan yang menyalahi aturan, baik dalam penyampaian isi berita maupun etika profesi di lapangan, hal itu dapat dilaporkan langsung ke media bersangkutan atau membawanya pada organisasi jurnalis seperti AJI, PWI dan PWI Reformasi.
Begitu pula kepada seluruh rekan seprofesi dirinya meminta untuk memegang teguh kode etik jurnalistik, yang mengedepankan etika. Bukan berlagak seperti aparat dan berperilaku layaknya seorang preman.
Musibah yang menimpa 2 wartawan yang tengah meliput razia prostitusi oleh aparat di hotel Mini saat malam Valentine Day, menyadarkan seluruh jurnalis betapa tingginya resiko yang dihadapi di lapangan. Berbagai ancaman terhadap fisik dan nyawa seorang jurnalis, dapat saja muncul dan tidak dapat ditangkis dengan Kartu Pers.
Disamping bekerjasama dengan Tim Advokasi Peradi dalam proses hukum kasus tersebut, SPAK juga mengagendakan sejumlah kegiatan untuk menindaklanjuti kasus ini. Diantaranya menggalang dukungan dari berbagai elemen kemasyarakatan, mempublikasikan kepada publik melalui media massa , termasuk media on line, “Mendukung Pers Untuk Kebenaran dan Keadilan”. Bahkan pada tanggal 20 Februari nanti` forum SPAK mengajak seluruh komponen masyarakat di Kalbar, menggelar aksi simpatik Solidaritas Pewarta Anti Kekerasan di Bundaran Tugu Digulis Universitas Tanjungpura. Selain menyebarkan pamlet yang berisi Undang – undang Pers dan pita hitam, SPK juga menggelar aksi teatrikal, sebagai bentuk kecaman terhadap kekerasan di dunia pers.
0 comments:
Posting Komentar