Selasa, 08 Desember 2009

PERTEMUAN KOMISI V DPR – PEMERINTAH PROVINSI KALBAR


PONTIANAK. Pertemuan Komisi V DPR RI dengan Wakil Gubernur Kalbar dan sejumlah Kepala dinas di lingkungan Pemerintahan Provinsi di Balai Petitih Minggu malam (06/12/12), selain membahas prioritas pembangunan di tahun 2010 juga mengevaluasi sejumlah program yang digulirkan Pemerintah Pusat, diantaranya penyaluran raskin, pendistribusian benih padi hingga rencana Revisi Tata Ruang Wilayah. Bahkan` dalam dialog yang juga menyertakan sejumlah pimpinan BUMN ini, anggota Komisi V mempertanyakan upaya dari Pemerintahan Provinsi, untuk mempercepat pertumbuhan perekonomian Kalbar. Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya membuka dialog dengan menguraikan satu persatu berbagai persoalan yang dihadapi, khususnya menyangkut sektor perekonomian. Kurangnya minat investor untuk menanamkan modalnya, diakui akibat terbatasnya infrastruktur dasar yakni ; pelabuhan laut, bandara, air bersih dan energi listrik. Salah satu kiat yang dilakukan yakni memperkenalkan dan mempromosikan potensi Sumber Daya Alam – SDA untuk menarik minat investor asing. Kendati belum menjadi daerah investasi, namun keseriusan investor asal China untuk membangun mesin pembangkit energi listrik di Kalbar, selain dapat mengurangi krisis energi listrik, juga memicu pertumbuhan sektor industri.  Selain itu` Christiandy Sanjaya juga meminta kompensasi dari Pemerintah Pusat, terkait lambannya penetapan unsur pimpinan definitif DPRD Provinsi Kalbar. Diprediksi penetapan RAPBD Kalbar menjadi APBD tahun 2010, bakal molor dari batas akhir jadwal yang ditetapkan, yakni 31 Desember 2009.    
  


REVISI TATA RUANG DAN PROGRAM REHABILITASI HUTAN
Meskipun otonomi daerah telah berjalan, namun kebijakan sentralistik di masa lalu, masih menyisakan berbagai masalah di Kalbar, terutama pengelolaan sektor kehutanan. Sehingga revisi tata ruang wilayah, dinilai Pemerintah daerah suatu solusi mengatasi berbagai persoalan,  termasuk konflik antara masyarakat. Demikian uraian singkat Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar Cornelius Kimha, terkait persoalan alih fungsi dan tumpah tindih lahan di Kalbar, akibat kebijakan pusat di masa lalu. Dirinya mengatakan, “ selain untuk mengatasi persoalan tersebut, “ revisi tata ruang juga untuk mengimbani perkembangan ekonomi suatu kawasan dan pertumbuhan populasi penduduk pada suatu wilayah. Kimha mencontohkan` kecamatan Putussibau sebagai ibukota Kabupaten Kapuas Hulu, kendati telah berkembang menjadi kota perdagangan, dengan populasi penduduk mencapai puluhan ribu jiwa, ternyata status peruntukkan lahan masih sebagai hutan produksi.
Disamping menata kembali pengelolaan sektor kehutanan, Cornelius Kimha mengatakan revisi tata ruang, merupakan upaya peletakan pengembangan wilayah Kalbar, mulai dari sektor Perkebunan, Pertanian, peternakan hingga pertambangan. Jika hal ini tidak segera ditangani, maka sektor Kehutanan tetap dianggap sebagai penghambat pengembangan bidang perekonomian lainnya. Dengan revisi tata ruang, pemerintah daerah dapat leluasa mengembangkan wilayah, melalui investasi pemilik modal, “ tanpa khawatir adanya sanksi dari Pemerintah Pusat.
Sementara itu` menyangkut dana rehabillitasi hutan dan lahan kritis, Cornelius Kimha mengakui pengucuran dari Pemerintah Pusat untuk tahun anggaran 2009 terlambat dari jadwal, akibatnya program pembangunan sektor Kehutanan di Kalbar juga terkendala. Pasalnya dana senilai 8,5 milyar rupiah “yang dianggarakan dalam APBN ini, baru terealisasi di bulan September. Konsekuensi rentang waktu yang singkat adalah serapan dana baru mencapai 43 %, sedangkan sisa anggaran sebesar 75 % dipergunakan untuk membiayai program Unit Pelaksana Teknis – UPT Pemerintah Pusat. Cornelis Kimha menyebutkan Dinas Kehutanan mengelola sekitar 2, 8 milyar rupiah, sementara sisanya diperuntukkan bagi pendanaan UPT Departemen Kehutanan di Kalbar, bukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi.
Lebih lanjut` Cornelis Kimha juga mengakui kesulitan membangun sinergisitas dengan Pemerintah Kabupaten Kota, yang masing – masing memiliki dinas Kehutanan. Dengan dalih otonomi daerah, Dinas Kehutanan di Kabupaten kota seringkali, berseberangan dengan Dinas Kehutanan Provinsi, termasuk dengan Gubernur Kalbar. Kondisi ini diperparah lagi` dengan belum terbitnya Peraturan Gubernur, menyangkut program kehutanan di Kalbar, sehingga semua bersifat sentralistik. Untuk itu` dirinya meminta Komisi IV DPR RI menemukan solusi untuk mengatasi kendala tersebut, agar program rehabilitasi hutan dan lahan kritis di kalbar berjalan efektif, sesuai ketentuan dalam anggaran.

KEPALA DAERAH PERLU PERPU
Sedangkan Kepala Badan Perencanaan pembangunan daerah - Bappeda Kalbar  Fathan A. Rasyid mengakui, “hingga pertengahan Desember 2009` Pemerintah Provinsi belum merampungkan revisi Peraturan Daerah menyangkut Tata Ruang. Padahal Undang – undang nomor 26 tahun 2007, “menyebutkan bulan April 2009 sebagai batas akhir, revisi tata ruang setiap Pemerintah Daerah. Bahkan` mantan Menteri Kehutanan MS. Kaban, menginginkan Tim Tepadu yang dibentuk, telah merampungkan persetujuan prinsip alih fungsi lahan, sebelum berkahirnya masa jabatan DPR RI periode 2004 – 2009. Akibatnya proses revisi Tata Ruang untuk regional  Kalimantan, juga menjadi terlambat. Untuk itu` Fathan A. Rasyid menilai perlu Peraturan Pengganti Undang – undang (PERPU), yang memberikan Kepala Daerah kewenangan untuk mengatur revisi tata ruang di daerah masing – masing. Apalagi` hal yang sama juga terjadi di 3 provinsi lain di Kalimantan.”
Terkait usulan Komisi IV DPR RI agar Pemerintah Kalbar, mencontoh konsep Ketahanan pangan negara bagian Serawak Malaysia, melalui kebijakan 5 hektar untuk tanaman pangan bagi setiap Kepala keluarga, Fathan A. Rasyid mengatakan perlu disusun peta perwilayahan komunitas. Apalagi pemerintah provinsi hanya sebagai koordinasi, sedangkan otoritas wilayah berada di kabupaten kota, maka harus terbangun koordinasi yang sinergis “untuk merancang peta perwilayahan komunitas khusus tanaman padi, di daerah masing – masing. 

SENTRALISTIK BENIH SULITKAN PETANI LOKAL
Proses penyaluran bantuan benih padi yang bersifat sentralistik dari pemerintah pusat, seringkali menyulitkan para petani di Kalbar. Pasalnya` ketika sebagian besar petani lokal mulai menyemai bibit atau memasuki masa tanam, pada bulan Mei dan Juni, “justru bantuan benih belum didistribusikan ke daerah. Bantuan benih kadangkala baru tiba pada bulan Agustus dan september, bahkan ada yang datang bulan November. Kondisi ini` menurut Kepala Dinas Pertanian dan Hortikultura Provinsi Kalbar Hazairin” bukan saja mengakibatkan produktivitas padi petani lokal menurun, namun kwalitas padi juga menjadi rendah. Sebab` benih padi yang datang terlambat terpaksa disimpan, menunggu masa tanam berikutnya. Apalagi tidak semua petani lokal “memiliki tempat penyimpanan benih yang memadai, sehingga benih padi banyak yang rusak dan kadaluarsa. Meskipun ketika datang, berdasarkan sample “bibit yang diterima dalam kondisi baik.
Hazairin menegaskan, “Pemerintah terus berupaya meningkatkan kesejahteraan petani, melalui penyaluran benih padi varietas unggul dan subsidi pupuk untuk komoditas tanaman pangan. Dirinya menyebutkan untuk tahun 2009, total bantuan benih padi gratis mencapai 150 ribu hektar, dan bantuan pupuk bersubsidi sebanyak 48 ribu ton. Dengan asumsi dapat mendorong petani lokal mengintensifkan lahan pertanian masing – masing, sehingga meningkatkan volume produksi pertanian  Kalbar. 

KEBIJAKAN TIDAK SINERGIS HAMBAT BI
Sebagai mitra Pemerintah Daerah “Bank Indonesia (BI) tetap komit, mengembangkan sektor riil di Kalimantan Barat, termasuk pemberdayaan produksi tanaman pangan dan hortikultura. Namun upaya tersebut seringkali terhambat pada kebijakan instansi terkait, yang mengembangkan 1 unit usaha tanaman hortikultura “tanpa sinergis dengan instansi yang lain. Demikian penegasan Pimpinan BI Kalbar Samasta Pradana menjawab komitmen perbankan dalam mendukung perekonomian, khuisusny di sektor tanaman pangan. Dirinya mencontohkan “program pembukaan kebun nenas dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Kalbar, di Kawasan Terpadu Mandiri – KTM Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya, yang dinilai gagal. Sebab kemampuan produksi perusahaan yang mencapai 400 ton per sepuluh jam, tidak sebanding dengan pasokan sebesar 10 ton per hari. Dengan asumsi bakal terjadi tunggakan, seluruh perbankan di Kalbar terpaksa memindahkan ajuan kredit perusahaan pengolah nenas tersebut, ke pada salah satu bank di Surabaya Jawa Timur, sehingga kredit tidak terdaftar dalam sistem perbankan di Kalbar.
Disamping itu` Samasta Pradana menyebutkan, terjadi penyusutan areal perkebunan nenas di Kawasan Terpadu Mandiri – KTM Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya. Dari total 500 hektar lahan yang dikembangkan, diperkirakan telah berkurang sekitar 100 hektar, karena sebagian petani memilih pindah usaha lain.

SERAPAN BERAS LOKAL DAN KENDALA DISTRIBUSI RASKIN
Sementara itu Kepala Perum Bulog Divisi Regional Kalbar M. Hasyim menjamin, stok beras di daerah hingga akhir tahun, berada dalam posisi aman. Bahkan hingga Maret 2010, persediaan beras mencukupi tingginya kebutuhan konsumsi rumah tangga. Selain membeli beras luar, Bulog juga membeli beras produksi petani lokal. Namun` jumlah pembelian masih terbatas yakni sebanyak 300 ton, dari total pengadaan beras Bulog di tahun 2009 mencapai 18 ribu 541 ton. M. Hasyim mengakui,” pembelian beras lokal masih sedikit, karena harga jual di kisaran 5. 700 rupiah – 5. 900 per kilogram, lebih tinggi dari harga pokok berdasarkan Keputusan Presiden sebesar 4. 600 rupiah per – kilogram. Begitu pula harga gabah kering, berdasarkan BPS berkisar antara 2. 700 hingga 2. 800 rupiah per – kilogram, lebih tinggi dari harga beli Bulog , sebesar 2. 400 rupiah per - kilogram.
M. Hasyim menyebutkan, dari total pembelian mencapai 95 milyar rupiah, sebesar 92 milyar rupiah atau 99 % untuk pembelian beras luar. Kendati demikian` kenaikan harga beras dinilai berpengaruh positif, terhadap pendapatan petani lokal. Sementara itu, “stok beras di gudang Bulog saat ini mencapai 16 ribu 679 ton, diprediksi cukup untuk kebutuhan 3 bulan kedepan. Apalagi masuk sebanyak 5 ribu ton akhir Desember ini, sehingga stok beras mencukupi kebutuhan hingga April 2010 mendatang. Sedangkan kebutuhan beras di Kalbar berkisar antara 60 hingga 70 ribu ton per tahun, untuk konsumsi  sekitar 4, 3 juta penduduk.
Terkait penyaluran raskin di Kalbar, M. Hasyim mengatakan, ”pihak Bulog masih dihadapkan pada berbagai hambatan maupun tantangan, antara lain kondisi geografis dan luas wilayah. Terutama wilayah bagian timur Kalbar, yang tidak semua dapat ditempuh melalui angkutan darat, namun memanfaatkan jalur transportasi air. Ketika musim kemarau sebagian debit air sungai berkurang, sehingga penyaluran terpaksa menunggu kondisi sungai normal. Bukan saja kondisi dan luas wilayah yang memang sulit, kondisi cuaca kadangkala semakin mempersulit rute pendistribusian.  Tingginya intensitas curah hujan, semakin memperparah kerusakan sebagian infrastruktur jalan di belahan timur Kalbar, menyebabkan proses penyaluran tertunda dan raskin terlambat sampai kepada Rumah Tangga Sasaran -  RTS. 
M. Hasyim menyebutkan, “total pagu raskin untuk 2009 mencapai 62 ribu 401 ton, sebanyak 60 ribu ton atau 99 % diantaranya telah disalurkan ke seluruh daerah. Dirinya optimis proses penyaluran raskin ke seluruh daerah, rampung 100 % Desember 2009. Sedangkan jumlah penerima raskin sebanyak 346 ribu 675 Rumah Tangga sasaran – RTS. Dengan penyaluran melalui 1. 343 titik distribusi dari 1. 672 desa atau hampir 90 persen dari total desa yang ada di Kalbar. 

PENYIMPANGAN PUPUK BERSUBSIDI BERHASIL DITEKAN
Terkait proses penyaluran pupuk bersubsidi, Area Manajer PT. Pusri Kalbar Muhammad Hasbullah mengatakan, “proses pendistribusian selama ini sesuai prosedur dan kecil mengalami penyimpangan. Terutama` sejak penerapan pola tertutup dalam penyaluran pupuk bersubsidi, yang hanya mengacu pada daftar Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok - RDKK, tingkat penyimpangan dalam pendisitribusian dapat diminimalisir. Selain itu` disparitas harga antara pupuk bersubsidi dan non subsidi, juga semakin mengecil, dari 7. 600 rupiah per kilogram kini tinggal 2. 800 rupiah per kilogram.. Dirinya mengakui, “rendahnya disparitas harga pupuk belakangan, mengurangi tingkat penyimpangan pupuk bersubsidi. Terkecuali di perkebunan berskala besar, sebab mekanisme penyaluran tidak melalui pihak Pusri Kalbar, pembelian langsung di pusat.
Muhammad Hasbullah menyebutkan, “ saat ini PT Pusri memiliki 38 distributor resmi di Kalbar, yakni 19 distributor pupuk subsidi dan 19 pupuk non subsidi, sedangkan jumlah pengecer sekitar 218 orang. Setiap distributor maupun pengecer memiliki wilayah pemasaran masing – masing, berdasarkan surat keputusan kepala daerah setempat. 

TIRU SUKSES TRANS KALIMANTAN
Di akhir pertemuan, Ketua Komisi V DPR RI Ahmad Muqowwam mengingatkan, “sukses 4 gubernur di pulau Kalimantan, mengucurkan dana ratusan milyar rupiah dari Pemerintah Pusat, untuk membiayai pembangunan jalan Trans Kalimantan, jangan sampai berhenti di situ saja. Hal yang sama “sebaiknya juga dipraktekkan pada usulan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah – RTRW regional Kalimantan. Bahkan` Ahmad Muqowwam mengakui, strategi 4 gubernur yang mengusung satu paket program pembangunan, efektif menekan Pemerintah Pusat ,dan lebih memungkinkan untuk terealisasi. Selain lebih mendapat prioritas, soliditas keempat Pemerintah Provinsi dan kesamaan visi dari masing – masing gubernur, juga dapat menjadi indikator bagi kawasan lain, keberhasilan mengusung paket program pembangunan, melalui pembiayaan multy years anggaran.
Ahmad Muqowwam menilai revisi RTRW mendesak dilakukan, agar tidak menghambat proses pembangunan di masing – masing daerah. Sebab` seringkali investasi ke suatu daerah maupun proyek pengembangan wilayah oleh Pemerintah, terpaksa gagal akibat tidak sesuai dengan peruntukan lahan. Bahkan` di sejumlah daerah, persetujuan yang diberikan Kepala Daerah, pembukaan lahan baru untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, namun bukan termasuk lahan komersil, menyebabkan sejumlah Kepala Daerah berurusan dengan pihak berwajib. Namun` Ahmad Muqowam menghendaki, sebelum revisi tersebut diajukan ke Pemerintah Pusat, terlebih dahulu masing – masing gubernur menyepakati pointer utama dalam skala prioritas pembangunan di wilayah Kalimantan.

0 comments:

Posting Komentar