Jumat, 04 September 2009

DESAK BENTUK DPD DI KUBU RAYA

Menjelang pembahasan pengupahan di tingkat provinsi di akhir tahun, desakan kepada pemerintah kabupaten Kubu Raya untuk segera membentuk Dewan Pengupahan Daerah kembali bergulir. Selain dapat menyesuaikan kemampuan pengusaha dalam memenuhi standarisasi upah minimum di kabupaten. Kehadiran Dewan Pengupahan Daerah merupakan solusi mengatasi perbedaan persepsi, terkait nilai upah para buruh serta menyeragamkan upah minimum di seluruh kabupaten. Ditemui Jum`at malam (04/09/2009)` Ketua I Kahutindo Kalbar Idris Sitepu mengatakan, sebagai salah satu daerah industri pembentukan dewan pengupahan daerah di kabupaten kubu raya mendesak dilakukan. Terutama sejak diberlakukan larangan illegal loggging, yang mengakibatkan sejumlah perusahaan kayu, di daerah ini gulung tikar. Dan memicu terjadinya konflik antara pengusaha dan pekerja, menyangkut sengketa hubungan industrial mengenai nilai uang pesangon` bagi para buruh maupun karyawan. Apalagi seluruh perangkat untuk terbentuknya Dewan Pengupahan telah lengkap, termasuk unsur akademis yang dapat melibatkan pihak Universitas Tanjungpura.
Idris Sitepu mengatakan dengan terbentuknya Dewan Pengupahan Daerah, usulan Upah Minimum Kabupaten – UMK dan Upah Minimum Sektoral - UMS, dapat dilakukan setiap tahun. Maka kepentingan kaum buruh untuk mendapatkan nilai upah yang layak, sesuai dengan undang – undang nomor 13 tentang ketenagakerjaaan, dapat terakomodir. Dengan memperhatikan penetapan upah berdasarkan kebutuhan hidup yang layak, pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi di daerah. Dengan demikian kepentingan pengusaha dan pekerja dapat dimusyawarahkan, sehingga pengusaha tidak merasa dirugikan dan di lain pihak` kaum buruh juga tidak diremehkan.
Menyusul instruksi menteri tenaga kerja tentang pembayaran  THR Idul Fitri, bagi karyawan dan buruh swasta, Idris sitepu meminta dipatuhi seluruh perusahaan yang beroperasi di Kalbar, karena telah diatur dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan dan merupakan Hak setiap pekerja sekaligus kewajiban dari perusahaan. Dimana masing-masing buruh maupun karyawan telah menerima uang THR tersebut, seminggu sebelum Hari Raya Idul Fitri. Agar para pekerja dapat memanfaatkan uang THR, untuk keperluan dan persiapan Lebaran. Dirinya juga mendesak pemerintah provinsi maupun kabupaten kota, segera mengeluarkan surat edaran kepada seluruh pimpinan perusahaan. Selain berisi penegasan terhadap kewajiban perusahaan membayar uang THR di lingkungan kerja masing – masing, surat edaran tersebut juga memuat sanksi hukum terhadap aspek pelanggaran.
Idris Sitepu menegaskan, bagi perusahaan yang terbukti melanggar Undang-Undang No. 4 Tahun 1994, tentang pemberian THR Keagamaan` bakal mendapatkan sanksi tegas. Bukan saja teguran lisan dan tertulis, namun juga pertimbangan perpanjangan izin beroperasi perusahaan tersebut. Sedangkan proses pembayaran` tidak semuanya harus berbentuk uang, tapi dapat dikombinasikan dengan komposisi barang senilai 25 persen dan sisanya 75 persen berupa uang.


0 comments:

Posting Komentar