Kamis, 05 Juni 2014

PETISI untuk Pembebasan Warga Ketapang warga Korban Kriminalisasi

PETISI 
PAK KAPOLDA KALBAR, BEBASKAN YOHANES & ANYUN, 
WARGA KORBAN KRIMINALISASI HADIRNYA 
PERUSAHAAN PT. SWADAYA MUKTI PRAKARSA/PT. FIRST RESOURCES 


Kepada Yth.
1. Kapolri
2. Kapolda Kalimantan Barat
3. Bupati Ketapang
4. Komnas HAM

DEMI KEADILAN DAN KEMANUSIAAN, 

Penangkapan paksa yang disertai cara-cara kekerasan dan bahkan ancaman oleh aparat, Brimob Polda Kalimantan Barat terhadap lima warga Desa Batu Daya, Kecamatan Simpang Dua, Ketapang (Antonius Sintu, Yohanes Singkul, Puram Jorben Marinel, Anyun dan Bethlyawan) pada 5 Mei 2014 lalu masih belum berakhir. Dua dari lima warga yang ditangkap, yakni Yohanes Singkul dan Anyun masih mendekam di rumah tahanan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat. Keduanya disangkakan melakukan tindak penganiayaan dan membawa senjata tajam saat terjadi insiden kericuhan di kantor perusahaan kelapa sawit PT. Swadaya Mukti Prakarsa (SMP)/PT. First Resources (FR) pada 26 Oktober 2013. Selain seorang brimob yang menjadi korban lemparan benda keras yang mengenai bagian kepalanya, seorang warga yang juga kepala Desa Batu Daya turut menjadi korban, beliau disekap dan dikeroyok hingga babak belur hingga akhirnya pingsan.

Kehadiran warga tanggal 26 Oktober 2013 silam di Camp perusahaan sesungguhnya ruang dimana warga Desa Batu Daya untuk kesekian kalinya mendatangi kantor perusahaan, bermaksud menemui pimpinan PT. SMP/PT. FR guna menanyakan kesungguhan dalam mengakomodir hak-hak komunitas, termasuk hak atas lahan plasma yang sejak 18 tahun silam tidak kunjung ada kejelasan. Hadirnya aparat Brimob Polda Kalimantan Barat sejak awal dan dengan gagahnya menembakkan senapan ke udara guna memberi peringatan, justeru memantik amarah massa yang hadir menagih komitmen perusahaan. Beberapa diantaranya ada yang mengacungkan dan bahkan mengokang senjata (pistol dan senapan laras panjang). Kondisi miris yang telah melukai rasa keadilan dan kemanusiaan ini penting segera diakhiri dengan solusi dengan mengedepankan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. Singkatnya, hadirnya warga ke kantor perusahaan dikarenakan adanya masalah yang lahir karena ketidakberpihakan perusahaan terhadap hak-hak komunitas yang menyebabkan warga dan aparat kepolisian menjadi korban langsung dari peristiwa tersebut.

Namun demikian, peristiwa penangkapan yang dilakukan pada 5 Mei 2014 juga turut mengundang keprihatinan mendalam. Aparat negara yang harusnya menjadi pengayom, pelindung dan pelayan bagi rakyat telah berhasil mengusik rasa kemanusiaan. Tentu pantas dipertanyakan pula hadirnya pasukan Brimob Polda Kalimantan Barat yang melakukan penangkapan langsung, bahkan turut melibatkan pihak perusahaan. Tindak penangkapan paksa dengan cara-cara kekerasan dan bahkan ancaman terhadap warga tidak terhindarkan. Kaum ibu dan anak-anak usia sekolah yang menyaksikan langsung peristiwa tersebut merasa takut dan bahkan trauma. Dampaknya beberapa anak-anak di antaranya mengalami demam.

Terkait dengan peristiwa ketidakadilan yang dialami warga, “Posko untuk Keadilan dan Kemanusiaan” yang didirikan pada 14 Mei 2014 sebagai solidaritas bersama segenap elemen masyarakat sipil, warga, individu dan organisasi mahasiswa (Gerakan Masyarakat untuk Pembebasan warga Korban Kriminalisasi) terhadap warga korban kriminalisasi dibongkar oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Dan kini belum ada keterbukaan dari pihak yang membongkarnya. Kejadian ini menyisakan kesan adanya upaya pembungkaman atas kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat yang tentu tidak sejalan dengan semangat amanat konstitusi.

Berkaca dari kenyataan sebagaimana diuraikan di atas, maka demi keadilan dan kemanusiaan kami menyerukan:

1. Dengan segala hormat, meminta Kapolda Kalimantan Barat untuk membebaskan Yohanes Singkul dan Anyun. Keduanya merupakan tulang punggung keluarga yang sedang dinanti di rumah, namun menjadi korban kriminalisasi atas hadirnya korporasi yang mengabaikan hak-hak komunitas.
2. Mendesak institusi kepolisian sungguh-sungguh menjadi pengayom, pelindung dan pelayan rakyat yang professional. Serta tidak menjadi alat korporasi untuk melakukan tindakan refresif terhadap rakyat.
3. Pulihkan rasa takut dan trauma yang dialami warga, serta meminta negara melalui lembaga komisioner (Komnas HAM) melakukan pengusutan terhadap; (1) tindak peristiwa penangkapan yang disertai tindak kekerasan yang menakibatkan warga ketakutan & trauma, (2) pengabaian hak-hak warga atas hadirnya perusahaan (PT. SMP/PT.FR) .
4. Tarik aparat dari wilayah konsesi perusahaan dan wilayah Komunitas (Masyarakat Adat).
5. Mendesak Pemerintah segera mencabut Izin PT. Swadaya Mukti Prakarsa (SMP)/PT. First Resources (FR).
6. Memastikan adanya jaminan kebebasan berkumpul dan berpendapat bagi segenap warga sebagaimana amanat konstitusi serta jangan ada pembungkaman oleh siapapun dan kepada siapapun.
7. Mendesak pihak Kepolisian mengusut tuntas raibnya tenda “Pokso untuk Keadilan dan Kemanusiaan” dan meminta adanya keterbukaan kepada pihak yang membongkar tenda. Demikian petisi ini kami sampaikan untuk kepentingan tegaknya keadilan dan kemanusiaan dalam bingkai NKRI yang dicintai.

Pontianak, 25 Mei 2014

0 comments:

Posting Komentar