Selasa, 28 Februari 2012

Transmigran Sandera "IPM KALBAR" adalah Propaganda Politik

Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia (Patri) Kalbar mengeluarkan rilis sebagai bantahan atas pernyataan Kepala Bappeda Provinsi Kalbar Robert Nusanto, yang menyebutkan Transmigran Menyandera Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalbar.

Dalam rilis yang dikirim Senin (27/02/12), Ketua Umum Patri Kalbar Imam Muhadi menyatakan, angka IPM Kalbar tahun 2011 yang hanya menempati peringkat ke 28 dari 33 Provinsi se Indonesia, merupakan fakta ilmiah yang tidak terbantahkan tentang kegagalan kepemimpinan lokal di era otonomi daerah. “Kegagalan yang tidak dapat ditutupi ini, kemudian dicoba untuk “dibungkus” sedemikian rupa, bahkan dicarikan “kambing hitamnya” agar kepemimpinan lokal tetap terselamatkan di mata masyarakat Kalbar,”ungkap Imam.

Jika disimpulkan bahwa Transmigran yang menyandera IPM Kalbar, ini berarti masyarakat transmigran di Kalbar mengalami persoalan serius dari sisi kesejahteraan, pendidikan dan kesehatan. Apakah penduduk miskin yang berjumlah 380.110 orang atau sekitar 9% dengan tingkat pendapatan per kapita Rp 206.850 per bulan itu adalah warga transmigran? Apakah Angka Partisipasi Murni (APM) tingkat SD hanya 89,39, SLTP hanya 59,88 dan SLTA hanya 28,43. Angka putus sekolah juga yang masih tinggi, yakni SD 1,10%, SLTP 1,70% dan SLTA sebesar 3,52%, dan buta aksara yang dari tahun ke tahun angkanya seperti bermain togel, dimistis dan bertukar turun naik dengan angka terakhir masih sebesar 148.678 orang itu merupakan warga transmigran? Apakah tingginya angka kematian bayi, tingginya angka kematian ibu bersalin, tingginya kasus gizi buruk dan tingginya angka penyakit menular (DBD, Malaria, TBC, Kusta dan ISPA) itu dikonstribusi oleh warga transmigran? “Pernyataan ini harus dibuktikan secara ilmiah,”tantang Imam.

Menurut Imam, akar kemiskinan di Kalbar banyak penyebabnya. Faktor-faktor penyebab kemiskinan adalah gabungan antara faktor internal dan faktor eksternal. Faktor keterbatasan wawasan, kurangnya ketrampilan, kesehatan yang buruk, serta etos kerja yang rendah, merupakan faktor internal. Sementara kebijakan pembangunan yang keliru dan korupsi yang menyebabkan berkurangnya alokasi anggaran untuk suatu kegiatan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat miskin, merupakan faktor eksternal.

Sementara itu dari sisi pendidikan, jangankan berbicara mutu, hingga 66 tahun negeri ini merdeka, dari sisi pemerataan akses saja masih belum dapat dituntaskan. Minimnya infrastruktur, penyebaran guru yang tidak merata hingga kini masih tidak mampu dituntaskan. Pembangunan bidang kesehatan, walaupun sudah dicanangkan adanya jamkesmas, jamkeskin atau “jamkescor” sekalipun, tetapi faktanya pelayanan kesehatan di kalbar sangat memprihatinkan.

Dari 14 kabupaten/kota, Kalbar baru memiliki 13 RSUD (2 RS tipe B, 8 RS tipe C dan 3 RS tipe D). Ada 3 kebupaten yang belum memiliki rumah sakit umum. Sedangkan untuk satu wilayah kabupaten yang begitu luas hanya terdapat 4 – 19 Puskesmas.  
Selain jumlah rumah sakit dan Puskesmas yang sedikit, masalah lain adalah kurangnya tenaga medis. RSUD di Kabupaten Landak yang bertipe D misalnya, baru memiliki 1 dokter spesialis dan 3 dokter umum. Masih terdapat rumah sakit di Kalbar yang hanya memiliki kurang dari 1 persen fasilitas tempat tidur, padahal uang jaminan kesehatan yang disediakan pemerintah pusat mencapai Rp 27 miliar.

Dengan jumlah tempat tidur hanya 3.900, tidak mungkin rumah sakit di Kalbar mampu melayani kesehatan masyarakatnya secara maksimal. Imam Muhadi mempertanyakan fakta ilmiah yang menyatakan bahwa transmigran menyandera IPM Kalbar. Sejak tahun 1955 sampai dengan sekarang, warga transmigran di Kalbar berjumlah sekitar 124 ribu Kepala Keluarga (KK) atau 529 ribu jiwa. Dari 336 UPT yang dibangun sejak bergulirnya program transmigrasi, sebanyak 216 UPT menjadi desa baru, atau 16 % dari jumlah desa yang ada di Kalbar. Dari sisi produktivitas, warga transmigran tidak diragukan, merupakan kelompok masyarakat yang menyuplai kebutuhan pangan masyarakat.

Hingga saat ini banyak warga transmigrasi yang sudah sukses dan hidup layak, bahkan mempunyai usaha yang juga mempekerjakan masyarakat non transmigran. Sehingga diakui telah memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan perekonomian daerah. Memperhatikan fakta di atas, maka pernyataan Kepala Bappeda Kalbar, bahwa transmigran telah menyandera IPM Kalbar, merupakan pernyataan yang bersifat propaganda bahkan politis. Dengan pernyataan ini berarti memberikan makna bahwa kehadiran warga transmigran merupakan beban Pemerintah daerah, dan ini memberikan dampak politik yang tidak sehat di kalangan masyarakat transmigran.

Mengutip Pontianak Post edisi Senin (27/02/12), pernyataan Kontroversi Kepala Bappeda Robert Nusanto disampaikan dalam Rapat Kerja dengan DPRD Kalbar, bahwa Kalbar terlalu terbuka terhadap program transmigrasi, sehingga menjadi salah satu faktor lambannya perkembangan IPM. “Kita terlalu ramah menerima transmigran. Padahal, begitu mereka datang, langsung jadi pembagi IPM kita,”kata Robert Nusanto.

Pernyataan ini disampaikan menyusul pertanyaan dari kalangan dewan tentang IPM Kalbar yang dinilai belum menggembirakan. Sampai sekarang IPM Kalbar masih paling rendah Se kalimantan.

Terkait dengan faktor ramah transmigrasi, Nusanto menerangkan, di masa lalu, sebagian transmigran yang dikirim ke Kalbar adalah para penyandang masalah sosial di kota – kota besar di Jawa. Hanya sebagian kecil yang betul – betul berlatar belakang petani. Akibatnya, tingkat kegagalan program transmigrasi relatif tinggi. Ketika tiba di Kalbar, sebagian peserta transmigrasi kurang bersemangat dalam berusaha dan kurang antusias mendorong anaknya sekolah. Meski sistem transmigrasi di era sekarang sudah mengalami perubahan, model rekrutmen dipandang tidak terlalu banyak berubah.  


0 comments:

Posting Komentar