Minggu, 17 April 2011

JANGAN TAFSIRKAN PP 19 TAHUN 2010 MELEBIHI KEWENANGAN

PONTIANAK. Pengamat Hukum Tata Negara asal Universitas Tanjungpura Pontianak Turiman Fathurrahman menilai 2 opsi yang direkomendasikan BKN ke Kementrian PAN dan Birokrasi Reformasi, atas kisruh Penerimaan CNPS Kabupaten Kubu Raya Tahun 2010 mengandung resiko hukum. Jika opsi pertama yang diambil, yakni hanya menetapkan sebanyak 24 CPNS yang lulus, maka konsekuensinya NIP dan SK CPNS mereka harus diterbitkan. Sementara Pemprov Kalbar menganggap proses penerimaan CPNS telah melanggar aturan, yang secara otomatis hasil kelulusan seluruh CPNS tidak sah menurut aturan. Hal ini akan menimbulkan masalah antara Pemprov Kalbar dengan Pemkab KKR di satu sisi dan di sisi lain dengan Kementrian PAN. Begitu pula jika opsi kedua yang diambil, yakni membatalkan hasil kelulusan CPNS dan menggelar tes ulang, maka menimbulkan resiko lebih parah lagi, karena proses sudah berjalan. Dihubungi via ponsel Jum`at malam (15/04/11), Turiman menerangkan, di samping memberatkan Pemkab KKR, opsi kedua sangat merugikan 236 CPNS yang telah dinyatakan lulus. Upaya mereka untuk menempuh jalur hukum jelas mustahil, karena belum mengantongi NIP dan SK Pengangkatan. Mereka baru memegang surat pengumuman kelulusan, bukan menggengam Surat Penetapan sebagai CPNS.
Jika Men PAN memutuskan opsi kedua, yakni tes ulang, maka dasarnya pun harus jelas. Apakah karena prosedurnya yang salah atau ada faktor lain. Harus ada diktum! Jika tidak ada klausul menyangkut hal tersebut, maka putusan Men PAN tidak memiliki kekuatan secara Hukum Administrasi Negara. Tapi Rekomendasi BKN ke Men PAN saat ini belum masuk ke ranah hukum, karena bukan putusan atas suatu perkara, masih bersifat usulan. Jadi langkah hukum masih harus menunggu turunnya putusan Men PAN.
Terkait inkoordinasi Pemkab KKR, menurutnya termasuk pelanggaran administrasi negara. Meskipun ada aturan agar Kabupaten Kota berkoordinasi dengan Provinsi, dalam kerjasama dengan pihak ketiga, merujuk aturan pusat. Namun, harus difahami bahwa mitra KKR dalam pengadaan soal ujian tertulis, adalah Biro Kepegawaian Kemendagri, yang nota bene bagian dari Pemerintah Pusat. Tindakan KKR yang mengadakan kerjasama dengan Biro Kepegawaian, tidak dapat dilihat hanya sebatas tepat atau tidak hal tersebut,. Tapi apakah hal itu sesuai prosedur atau tidak. Nah KKR menafsirkan kalimat dapat bekerjasama dengan pihak ketiga seperti tertuang dalam SK Men PAN, ”boleh bekerjasama dan ”juga boleh tidak bekerjasama. Artinya bekerjasama atau tidak itu hak Pemkab KKR.
Menyangkut PP Nomor 19 tahun 2010 dimana Gubernur adalah sebagai wakil pusat di daerah, menurut Turiman seharusnya ditindaklanuti dengan Permendagri mengenai tatacara dan pemberian sanksi. Sampai hari ini aturan itu belum ada. Padahal, itu disebutkan dalam PP Nomor  19 Tahun 2010. Jadi ketika ada Kabupaten Kota yang melanggar aturan perundang – undangan, gubernur dapat mengambil tindakan, dengan mengacu aturan. Bukan seperti sekarang, dimana masing – masing pihak menafsirkan sendiri aturan dari pemerintah pusat. Lebih lanjut, Turiman meminta gubernur tidak menafsirkan PP Nomor 19 tahun 2010 di luar kewenangannnya, selama tidak ada aturan yang dikeluarkan mendagri tentang aturan tersebut. Artinya, jangan ditafsirkan melebih dari maksud PP Nomor 19 Tahun 2010 itu sendiri.


0 comments:

Posting Komentar