Senin, 28 November 2016

Nonton Bareng Liputan TV dan Radio

* Dari Acara 'Sharing with Journalist'

PONTIANAK, CLASER -Jika biasanya anak muda senang nonton bareng siaran sepak bola, kali ini lain ceritanya. Hasil liputan wartawan televisi dan radio pun bisa dipertontonkan, sebagai bahan perbincangan dalam acara 'Sharing with Journalist' yang digelar di Claser Community Pontianak, Sabtu (18/6/11).

Keseharian wartawan dalam menekuni profesi jurnalistiknya, masih menyimpan berbagai kisah yang menarik disimak kalangan muda. Tak jarang, cerita-cerita di balik berita begitu menggelitik rasa ingin tahu.

Boyke Sinurat, reporter Radio Republik Indonesia (RRI) dan Maria Isma dari Televisi Republik Indonesia (TVRI) Stasiun Pontianak tampil sebagai pemateri.

Seorang peserta, Acai, mengatakan, dirinya pernah mendengar kasus wartawan yang terbunuh akibat berita yang diliputnya. Dia mengakui, dirinya yang bukan wartawan pun merasa ngeri dengan kejadian ini.

"Nah apakah abang dan kakak yang berprofesi sebagai wartawan, merasa ciut nyali dengan peristiwa seperti ini," tanya Acai kepada Boyke dan Isma.

Boyke tidak segera menjawab. Dia menceritakan satu pengalaman cukup mengerikan, saat dia berada di lapangan. Kala itu, dia meliput peristiwa bentrokan dua kubu mahasiswa di kampus mereka.
"Saya baru saja siap-siap melaporkan secara live, ternyata dua kubu siap saling serang, dan saya berada di tengah-tengah mereka," tutur Boyke.

Karena terlalu konsentrasi dengan laporan langsung yang akan dilakukannya, Boyke tidak menyadari gerakan massa yang sangat cepat itu. Beruntung, dia selamat dan tidak terkena imbasnya.

"Saya pun mengamankan diri ke mobil polisi, dan beberapa saat merasakan shock. Tapi tidak membuat saya menjadi ciut," ucap Boyke.

Sambil bergurau, dia mengatakan, kalau saja sampai dirinya menjadi korban, mungkin justru peristiwa itu bisa jadi berita hangat.

Pertanyaan lain muncul dari Thomas More, terkait bagaimana cara wartawan mengatasi sempitnya waktu sementara faktor cuaca turut mempersulit pekerjaan di lapangan. Padahal, wartawan dituntut berada di lokasi peristiwa, tak peduli saat hujan lebat sekalipun.

"Saya heran, wartawan bisa ada di mana-mana, meskipun cuaca sedang kurang bersahabat," kata More.

Isma maupun Boyke sama-sama bekerja sebagai reporter media elektronik. Mereka bekerja menggunakan perangkat elektronik, yang rawan rusak atau ngadat akibat hujan.

"Wartawan dituntut siap dalam segala kondisi, misalnya melindungi diri dari hujan atau perubahan cuaca yang tiba-tiba. Jangan sampai berangkat begitu saja, tanpa ada persiapan untuk melindungi diri dan perangkat penunjang kerja, seperti kamera," ucap Isma.

Memang, pertanyaan-pertanyaan itu lebih banyak berkisar seputar suka duka menjadi juru warta. Bagi para peserta, pekerjaan di media massa masih dipandang sebagai sesuatu yang asing.

Boyke dan Isma pun berbagi tips, bahwa untuk bekerja di media, dibutuhkan perjalanan panjang dalam hal belajar. Tidak bisa terjadi secara instan atau karbitan.

"Belajar sambil bekerja ditambah kreatif. Berita televisi hanya sekali tayang, sehingga kami harus mampu menyajikan gambar yang menarik dengan kata-kata yang singkat namun padat. Saya sendiri tidak memiliki latar belakang keilmuan jurnalistik," kata Isma.

Sementara Boyke menekankan pentingnya membaca, agar perbendaharaan kata dan wawasan kian bertambah. Seorang reporter, ujar Boyke, pada awalnya sering mengalami saat kehabisan kata-kata atau kekurangan ide.

"Namun dengan terus membaca dan menambah wawasan, maka reporter akan semakin terbuka pikirannya dan semakin kreatif," ujar Boyke. (severianus endi).

0 comments:

Posting Komentar