Rabu, 23 Desember 2009

28 TAHUN MANIFESTO PANCUR KASIH DI KALBAR

28 tahun Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih di Kalbar, dalam memberdayakan perekonomian masyarakat Dayak di wilayah pedesaan, patut diacungi jempol. Dengan jumlah anggota mencapai 69. 081 anggota dan 28 Tempat Pelayanan (TP) yang tersebar di 7 kabupaten, Pancur Kasih juga menunjang pembangunan di daerah.

Dalam diskusi panel seusai peluncuran buku Manifesto Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih di Kapuas Palace selasa siang (22/12/2009) tokoh pendiri CU Pancur Kasih Anselmus Robertus Mecer mengisahkan, awal pendirian CU dilatarbelakangi keprihatinan terhadap kondisi kehidupan masyarakat Dayak, terutama dari segi pendidikan dan perekonomian, yang tertinggal dibanding masyarakat lain. Bersama Maran Marcel, ia mendirikan Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih – YKSPK tahun 1981, untuk memberdayakan komunitas Dayak dengan membangun kesadaran kritis, penguatan sosial, pengembangan ekonomi kerakyatan serta mengelola potensi sumber daya alam di daerah masing – masing. Melalui Program Pemetaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan – PPSDAL, Pancur Kasih memastikan kepemilikan asset warga berikut luasan areal, untuk memperkuat klaim atas tanah, terutama saat negoisasi dengan pemerintah maupun investor. Sedangkan di bidang sosial, dilakukan pengumpulan Dana Solidaritas (DS), Solidaritas Kesehatan – SK serta membangun asrama. Di sektor pendidikan` YPKSK mengawali kontribusi mencerdaskan masyarakat, dengan membangun SMA Santo Fransiskus Assisi di kawasan Pontianak Utara, dan kemudian difokuskan dengan mendirikan lembaga pendidikan di semua jenjang di wilayah pedalaman. Sementara di bidang ekonomi dibangun Credit Union Pancur Kasih, yang memperkenalkan sistem kredit simpan pinjam untuk membangun dan mengembangkan usaha, khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah – UMKN.

KALBAR REVIEW TERKESAN PROVOKATIF

Sementara itu` Rektor Universitas Tanjungpura Chairil Effendi menyoroti majalah Kalbar Review, sebagai corong Pancur Kasih yang terkesan provokatif, ketika mengangkat suatu topik masalah. Sebagai orang Melayu, sekaligus menjabat Ketua Harian Majelis Adat Budaya Melayu – MABM Kalbar, Chairil Effendi mengaku sering pusing membaca berita – berita Kalbar Revieuw yang terkesan provokatif. Sebagai seorang akademisi, dirinya dapat memaklumi hal tersebut, apalagi dirinya juga cukup akrab dengan beberapa penulis KR, diantaranya Stepanus Djuweng dan John Bamba. “Namun` tidak demikian bagi kalangan awam, sehingga sebagian pembaca, khususnya non etnis Dayak, sering mempertanyakan maksud dan tujuan dari gerakan sosial Pancur Kasih. Dan itulah sebabnya, ia sering menjadi jembatan untuk menjelaskan kepada masyarakat, tentang maksud sebenarnya dari sebagian materi di Kalbar Revieuw. Namun, dengan terbitnya buku Manifesto Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih, semuanya menjadi jelas dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari gerakan sosial Pancur Kasih. Justru lembaga sosial ini, telah mempelopori pemberdayaan masyarakat di pedesaan, yang selama ini luput dari perhatian pemerintah daerah. Menyangkut isi buku tersebut, Chairil Effendi mengatakan penjelasan di Bab I, yang menjadi kompetible buku, dapat menjadi bahan diskusi menarik. Dirinya mengusulkan agar terbitan edisi berkutnya, selain melengkapi materi pembahasan di Bab I, memperkuat dengan data berbentuk tabel,” lay out buku sebaiknya juga diperindah”.

ELIT LOKAL MULAI TIRU REZIM SOEHARTO

Sedangkan, rohaniawan Katolik Frans Magnis Suseno juga memuji tulisan mengenai gerakan Pancur Kasih Di Kalbar, yang memuat secara rinci segala segi dari CU Pancur Kasih. Dirinya berharap buku tersebut dibaca hingga tuntas, dan boleh juga diperdebatkan secara ilmiah. Lebih lanjut pria asal Jerman yang kini menjadi WNI dan berdomisili di Johar Baru, yang nota bene daerah terpadat di Jakarta dan Indonesia ini mengatakan, ”tegak atau jatuhnya negara ini ditentukan oleh pengejawantahan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Persatuan memang mutlak, namun bukan berarti generalisasi terhadap semua aspek. Persatuan menurut romo Magnis terdiri dari kesatuan dari berbagai unsur yang memiliki identitas, ciri khas dan cita cita masing – masing. Keberagaman yang diakui dan diikat dalam kebhinnekaan ! indonesia menjadi kuat dan maju jika rakyat diberdayakan, yang artinya pemberdayaan masyarakat di masing – masing daerah. Sehingga setiap warga, dari mana pun ia berasal, agama apa yang dianut dan dari etnis apa, dirinya merasa karena ke Indonesiaannya ia menjadi lebih manusia, menghayati hidup bermartabat, baik di lingkungan kelompok maupun golongan.
Di sisi lain, Frans Magnis Suseno menilai eksploitasi terhadap masyarakat yang lemah atau neo feodalisme mulai timbul, dan hal ini merupakan ancaman terhadap kehidupan negara. Ia mengakui di era orba ada eksploitasi, namun masih ada aturan. Namun` setelah jatuhnya rezim Soeharto dan Indonesia mulai menerapkan demokrasi, ternyata sebagian elit lokal berbuat semaunya seperti yang dipraktekkan oleh Soeharto dan keluarganya. Ternyata eksploitasi terhadap kaum lemah tidak berhenti, justru semakin menjadi. Dirinya belum menawarkan sebuah solusi, namun semua harus menyadari jika pertumbuhan ekonomi makro indonesia memang tinggi, namun itu diperoleh dari eksplitasi alam bukan hasil produksi bangsa. Justru jumlah dan nilai produksi semakin lama berkurang. Dirinya menegaskan, demokrasi harus satu paket dengan HAM, karena menjadi sarana utama memberdayakan kaum yang lemah sekaligus membuktikan solidaritas antara kelompok yang kuat dan yang lemah. Selain itu, demokrasi juga menuntut dedikasi dari setiap politisi. Dan hal ini merupkan masalah di Indonesia saat ini ! Indikasi terlihat dari sejumah praktek korupsi yang melibatkan elit politik, mengakibatkan respek masyarakat terhadap orang – orang yang awalnya dipilih, mulai menurun.

PERLU PENYEMPURNAAN


Sedangkan budayawan Katolik asal Pontianak William Chang, mengulas singkat karya tulis dengan 70 lead utama dan pendampingnya ini. Pertama, bagian yang membahas, “Di/ “Kemanakah dan Bagaimanakah orang – orang Dayak?! “Suatu pembahasan yang menggugah kesadaran untuk maju’. Kedua, rekonstruksi mentalitas di dalam konteks gerakan sosial, Pancur Kasih tanpa kehilangan identitas diri berhasil mengejar kemanusiaan yang utuh. “prestasi yang diberikan masyarakat lokal”. Ketiga, menyangkut nilai kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai dasar, telah dirumuskan dalam Pancasila secara teoritis dan politis 3 tahun sebelum Declaration of Human Right. “Pengungkapan fakta yang jarang dipublikasikan”.
Disamping itu` William Chang juga mengajukan pertanyaan menyangkut konsistensi pemikiran tentang pendidikan yang terdapat pada halaman 12, 36 dan 44, “menurutnya perlu ditinjau kembali. Kedua, bagaimanakah proses dinamis peralihan dari ancaman kepada ancaman dan dari ancaman kepada hantu, “hal ini perlu penjelasan lebih lanut. Ketiga, penjabaran tentang nilai perlu lebih sistematis, sehingga perjuangan Pancur Kasih sebagai lembaga keuangan non perbankan untuk memajukan masyarakat yang marginal, lebih terpadu. Keempat, dirinya mengatakan posisi negara dalam buku berada di kempat, setelah marginalisasi, ekonomi dan negara sedangkan politik di urutan kelima. Padahal negara dan politik memainkan peran penting mensejahterakan kehidupan rakyat, melalui kebijakan yang nanusiawi dan adil. Dirinya mengatakan penentuan kesejahteraan adalah negara karena penanggungjawab keseluruhan adalah negara, kemudian politik yang merupakan penjabaran sistem negara.

PERLU SUATU TRANSFORMASI

Dan pembicara terakhir Francis Suseno mengatakan,” Masyarakat dayak perlu melakukan transformasi bukan revitalisasi, untuk melestarikan nilai – nilai luhur yang ada dalam masyarakat Dayak. Selain itu, dirinya juga mempertanyakan gerakan pemberdayaan Pancur Kasih memasuki kelas mana? Apakah perjuangan kelas atau sekedar mengangkat isu yang mengemuka di daerah, untuk mengangkat dan menonjolkan gerakan sosial? Menurutnya` Pancur Kasih lebih baik meninggalkan perjuangan kelas dan memilih memperjuangkan HAM. Untuk itu` masyarakat Dayak perlu melakukan transformasi, sehingga dapat membangun nusantara melalui pengembangan CU. Dirinya mengakui, pengembangan CU di Kalbar, telah membuka mata pemerintah pusat dan pelaku usaha, tentang keberhasilan memberdayakan ekonomi kerakyatan. Dirinya menginginkan dalam waktu 10 tahun kedepan, cerita sukses gerakan sosial ekonomi CU di Kalbar menjadi inspirasi pengembangan sektor ekonomi, bukan saja bagi sektor swasta namun Pemerintah dengan mengadopsi sistem CU untuk membangun ekonomi kerakyatan secara nasional.










0 comments:

Posting Komentar