Senin, 01 Oktober 2012

Lanjutkan Moratorium untuk Hentikan Perusakan Hutan

Tim kampanye penyelamatan hutan Kalimantan yang tergabung dalam Kepak Sayap Enggang, Tur Mata Harimau Seri Kalimantan Minggu (30/9/12), mengakhiri perjalanan dan sekaligus mendesak pemerintah Indonesia menghentikan deforestasi yang masih masif terjadi dengan melanjutkan Moratorium hutan.

Selama 14 hari tur dilaksanakan sejak di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan berakhir di Kalimantan Barat untuk menyusuri hutan-hutan pedalaman di bumi Borneo, ternyata yang ditemukan hanyalah deforestasi yang berlanjut secara masif yang dilakukan perusahaan ekstraktif tambang, perkebunan sawit dan hutan tanaman industri/HTI .

“Kami menyaksikan bagaimana hutan dan gambut Kalimantan Barat dihancurkan untuk perkebunan sawit dan HTI. Hutan di lereng-lereng bukit ditebang sehingga merusak hulu sungai sebagai sumber air bersih warga pedesaan di Marau, Ketapang. Begitupula hamparan gambut di Kuala Labai, Ketapang, juga dihancurkan dengan membuat kanal-kanal yang akan melepas karbon dioksida penyebab pemanasan global,” ujar Anton P. Wijaya, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Barat kemarin malam.

Oleh karena itu, lanjut Anton, Greenpeace, Walhi, AMAN dan sejumlah LSM lainnya mendesak pemerintah Indonesia segera menindak perusahaan yang merusak hutan alam dan gambut yang mendorong kepunahan habitat satwa dilindungi seperti Orangutan dan Enggang.

“Serta menuntaskan konflik sengketa lahan masyarakat dengan perusahaan yang terus terjadi, “tambahnya. Menurut Anton, kenyataan ini justru telah merusak komitmen pemerintah untuk memenuhi janjinya, memotong emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan hingga 26% sampai tahun 2020. Meski menyaksikan kehancuran, tim tur masih menemukan beberapa hutan bagus yang tersisa namun terancam.

“Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan dan Pegunungan Muller Scwahner di perbatasan Kalimantan Tengah dan Barat, merupakan hutan bagus yang berfungsi sebagai penyeimbang ekologi dan sumber kehidupan masyarakat di dua provinsi tersebut,” sebut Anton.

Selain itu, tim juga berkunjung ke hutan-hutan desa milik masyarakat adat yang kelestariannya dijaga oleh kebudayaan dan kearifan lokal setempat.

 Sementara itu, Kepala Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Zulfahmi, menilai, moratorium hutan yang berakhir tahun 2013 harus dilanjutkan dan tidak dibatasi waktu karena jangka waktu dua tahun pelaksanaanya belum mampu menghentikan deforestasi.

“Moratorium harus mampu menyelamatkan hutan-hutan kaya keanekaragaman hayati yang kini diperebutkan perusahaan untuk memperoleh hak konsesi,” pungkasnya.

0 comments:

Posting Komentar