Sabtu, 09 April 2011

SELESAIKAN POLEMIK CPNS KKR MELALUI HUKUM TATA NEGARA

PONTIANAK. Kisruh penerimaan CPNS Kubu Raya Tahun 2010 semakin memprihatinkan, karena sejak diambil alih penanganannya oleh pemerintah pusat bulan Maret lalu, hingga kini belum menemui titik terang. Berbagai kemungkinan dapat saja terjadi, termasuk yang terburuk yakni pembatalan hasil kelulusan oleh Menteri PAN. Apalagi, Pemerintah Provinsi yang merasa peran koordinatif dalam pengadaan CPNS diabaikan, bersikeras agar kesalahan mekanisme prosedural ditindaklanjuti sesuai aturan. Ditemui Jum`at (08/04/11), anggota DPRD Kalbar Martin Sudarno mengakui, polemik CPNS Kubu Raya menempatkan legislatif dalam posisi yang sangat sulit. Di satu sisi, tindakan pemerintah Kubu Raya yang tidak melibatkan perguruan tinggi negeri dalam pembuatan soal ujian, tapi bekerjasama dengan Biro Kepegawaian Departemen Dalam Negeri tanpa koordinasi dengan gubernur jelas menyalahi aturan, dan hal ini dinilai wajar mendapatkan sanksi. Namun, di sisi lain, jika persoalan terus berlanjut, dikhawatirkan justru lahir keputusan yang sangat merugikan CPNS yang telah dinyatakan lulus. 
Sementara itu, pengamat Hukum Tata Negara asal Universitas Tanjungpura Pontianak, Turiman Fathurrahman, menyatakan gubernur harus segera mengklarifikasi polemik CPNS Kubu Raya, untuk mendapatkan kepastian hukum, apakah pelanggaran yang terjadi merupakan kesalahan dalam penafsiran UU atau memang unsur kesengajaan. Jika telah ada kepastian hukum maka dapat dicari jalan tengah, yang tetap mengedepankan azas keadilan, khususnya bagi CPNS. Karena persoalan ini masuk kategori pelanggaran administrasi negara, maka penyelesaiannya harus melalui Hukum Tata Negara.
Lebih lanjut, Turiman mengkhawatirkan jika Kementrian Pan tetap menolak untuk mengeluarkan NIP bagi CPNS yang telah dinyatakan lulus, tentu persoalannya semakin runyam. Untuk itu, Kementrian Dalam Negeri juga harus mengklarifikasi masalah pada Kementrian PAN, terkait fungsinya dalam pengadaan soal ujian yang nyata menyalahi aturan. 
Di bagian lain, Turiman juga mengkritisi Surat Keputusan Bersama – SKB Menteri, karena daerah seringkali dibingungkan dan menimulkan salah tafsir. Padahal, di dalam UU Nomor 10 tahun 2004, tidak dikenal adanya produk hukum berupa SKB, ”yang ada hanya Peraturan Menteri. 



0 comments:

Posting Komentar