Senin, 28 Februari 2011

DISHUB KURANG PRO AKTIF ATASI MASALAH

Dinas Perhubungan dan Kominfo Provinsi Kalbar dinilai kalangan legislatif kurang begitu pro aktif, untuk mencari solusi mengatasi gangguan pada alur pelayaran sungai Kapuas. Terkesan Dinas Perhubungan membiarkan pihak Adpel dan Pelindo untuk berkerja sendiri, mengevakuasi bangkai kapal yang kandas di muara Jungkat. Ditemui di DPRD Kalbar Senin (28/02/11), anggota Komisi D DPRD Kalbar Andri Hudaya menyesalkan sikap Dinas Perhubungan yang tidak punya inisiatif, mencari solusi untuk mengatasi gangguan di alur pelayaran menuju pelabuhan Pontianak. Sehingga memasuki 2 pekan badan kapal Rahmatia Sentosa yang tenggelam dengan muatan 15 ribu ton semen, belum dapat dievakuasi. Dalam kondisi sulit seperti ini, seharusnya Kepala Dinas Perhubungan tanggap mengambil tindakan, yakni mengkoordinir semua pihak terkait dan memberi masukan pada Gubernur sehingga menjadi dasar bagi Kepala Daerah untuk mengeluarkan keputusan.   
Sementara itu, legislator lainnya Syarif Izhar Asyuri mengusulkan pada pemerintah Provinsi, segera membentuk Tim khusus untuk menanggulangi gangguan pada alur pelayaran di sungai Kapuas. Tim yang beranggotakan semua instansi terkait, bukan hanya untuk mencari cara dalam mengevakuasi kapal yang kandas, namun juga memikirkan pembiayaan yang dibutuhkan.
Akibat terganggunya alur pelayaran menuju Pelabuhan Dwikora Pontianak, dampak yang sangat dirasakan adalah terhambatnya pendistribusian BBM dan sembako ke wilayah Kalbar. Padahal, evakuasi terhadap bangkai kapal yang karam di muara Jungkat, telah dilakukan dengan berbagai cara, termasuk mendatangkan tenaga ahli untuk mengoperasikan balon udara. Belakangan, sempat muncul wacana untuk menghancurkan kapal dengan menggunakan alat peledak, sebagai alternatif yang dan mudah untuk membuka kembali alur pelayaran sungai Kapuas yang tertutup sekian lama.    



Senin, 21 Februari 2011

TUNTASKAN SEGERA POLEMIK PERUM IV

Pontianak. Persoalan tapal batas Perum IV hingga kini masih menjadi polemik dan belum menemui titik akhir. Meskipun UU Nomor 35 Tahun 2007 menyatakan wilayah tersebut berada dalam wilayah administratif Kota Pontianak. Namun, sebagian warga yang mendiami Perum IV dengan berbagai alasan, justru memilih untuk bergabung dan menjadi warga Kabupaten Kubu Raya. Bahkan, beberapa warga ada yang memiliki Kartu Tanda Penduduk – KTP dari kedua daerah. Ditemui Senin (21/02/11), anggota Komisi A DPRD Kota Pontianak Fauzi Kholilullah mengungkapkan, meskipun ditinjau dari UU, jelas dinyatakan bahwa Perum IV berada dalam wilayah administratif Kota Pontianak, namun tidak ada pemaksaan terhadap warga untuk bergabung. Meskipun, dari 300 KK yang mendiami Perum IV, sekitar 270 KK diantaranya lebih memilih untuk bergabung dan menjadi warga Kota Pontianak. Bahkan, sebenarnya pada tahun 1989 lalu, jauh sebelum tebentuknya Kabupaten Kubu Raya, telah terbit Keputusan Gubernur Kalbar yang menyatakan Perum IV masuk dalam wilayah administrasi Kota Pontianak. Untuk itulah, Pemerintah Kota Pontianak mengambil inisiatif meminta bantuan Pemerintah Provinsi Kalbar menjadi mediator, dalam menyelesaikan polemik tapal batas Perum IV.
Lebih lanjut, Fauzi Kholilullah menagatakan, jika nantinya hasil pertemuan memutuskan untuk tetap mengacu pada UU Nomor 35 Tahun 2007, diharapkan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya melalui perangkat Kecamatan Sungai Ambawang tidak lagi melayani administrasi kependudukan untuk warga Perum IV. Begitu pula sebaliknya, jika kemudian wilayah tersebut diputuskan menjadi bagian dari Kabupaten Kubu Raya, maka Pemerintah Kota Pontianak melalui perangkat Kecamatan Pontianak Timur, tidak lagi melayani kepengurusan administrasi warga Perum IV. Dirinya berharap pertemuan kedua Kepala Daerah yang difasilitasi Gubernur Kalbar nanti, dapat mencari jalan tengah, sehingga keputusan yang diambil yang dapat diterima oleh semua pihak, terutama warga yang mendiami Perum IV. Sebab, sejak persoalan tersebut mulai mencuat tahun 2009 lalu, keberadaan warga Perum IV dari administrasi kependudukan terkesan menggantung.