Minggu, 15 Agustus 2010

USULKAN TMMD BANGUN JALAN PERBATASAN


Pemerintah Kabupaten Sanggau mengusulkan adanya TMMD – TNI Manunggal Masuk Desa, untuk pembangunan jalan di perbatasan Kalbar – Serawak. Disamping membantu Pemerintah Daerah membuka keterisolasian wilayah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kegiatan fisik TMMD juga mempermudah pengawasan di daerah teritorial darat. Sedangkan kegiatan non fisik TMMD, dapat diarahkan untuk memupuk rasa nasionalisme masyarakat perbatasan yang mulai luntur. Dalam Pertemuan dengan Komisi I DPR RI di Balai Petitih Senin (02/08/2010), Bupati Sanggau Setiman H. Sudin mengusulkan TMMD digelar secara periodik, untuk membangun jalan perbatasan mulai dari Sajingan Besar Kabupaten Sambas hingga Nanga Badau Kabupaten Kapuas Hulu dengan panjang hampir 857 Kilometer. Mengingat kegiatan ini merupakan proyek perintisan dengan medan yang cukup berat, maka diperlukan TMMD dalam skala besar.
Adanya usulan Kegiatan TMMD dalam skala besar dalam pembangunan infrastruktur jalan di perbatasan Kalbar, mendapat respon positif dari Komisi I DPR  RI. Dalam kunjungan ke Entikong Kabupaten Sanggau anggota Komisi I DPR RI Yahya Secawirya mengatakan, bakal menindaklanjuti usulan tersebut dalam pertemuan dengan Menteri Pertahanan, Panglima TNI serta Kementrian terkait lainnya.

TUNTASKAN SENGKETA TAPAL BATAS DI CAMAR BULAN


Pemerintah Kabupaten Sambas mendesak Pemerintah Pusat segera menyelesaikan sengketa tapal batas Indonesia – Malaysia di Camar Bulan di desa Temajuk Kecamatan Paloh. Pasalnya, Malaysia telah mengklaim secara sepihak batas kedua negara, sehingga Indonesia terancam kehilangan wilayah sekitar 4. 900 Hektar. 
Di hadapan Komisi I DPR RI di Balai Petitih Senin (02/08/2010), Staf Ahli Bupati Sambas Bidang Pemerintahan dan Kemasyarakatan Sukari mengatakan, adanya penyerobotan wilayah ini bukan saja merongrong kedaulatan negara, namun juga memutuskan akses untuk menuju Temajuk. Disamping menuntut penuntasan sengketa tapal batas, dirinya juga mendesak investigasi terhadap aktifitas kapal yang meliontasoi perairan Camar Bulan. Disinyalir Camar Bulan, menjadi lokasi pendaratan Kapal Inggris yang terdekat dan tersembunyi untuk menuju Serawak.
Menyikapi hal itu, Kepala Badan Pengelola Perbatasan dan Kerjasama Kalbar Robert Nusanto mengatakan, ”sengketa tapal batas di Camar Bulan menjadi salah satu prioritas dari Pemerintah Provinsi. Persoalan ini menjadi salah satu agenda pembahasan dalam pertemuan Sosek Malindo, yang dijadwalkan di Kuching Serawak Malaysia September mendatang.    
Wilayah Camar Bulan memiliki luas sekitar 1.448 Hektar, dengan kepadatan penduduk sebanyak 21 orang per Kilometer. Terdapat dua patok tapal batas di wilayah Camar Bulan, yakni A. 102 dan A. 104, yang diperkirakan telah bergeser sekitar 350 meter ke wilayah Indonesia.

KALBAR TUNGGU AKSI DAN PROGRAM BNPP


Keberadaan Badan Pengelolaan Perbatasan Dan Kerjasama – BP2K di Kalbar yang masih bersifat koordinatif, diakui belum efektif untuk mengatasi berbagai persoalan krusial yang ada di perbatasan. Sementara, Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan – BNPP yang baru dibentuk Presiden, juga belum berfungsi karena masih mencari personil yang tepat untuk menduduki beberapa posisi strategis di lembaga tersebut. 
Dalam Pertemuan dengan Komisi I DPR RI di Balai Petitih Senin (02/08/2010), Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya mengungkapkan, jika pembangunan kawasan perbatasan masih berjalan sendiri, akibat belum berfungsinya BNPP. Selama ini program yang disusun, masih harus menyesuaikan dengan program yang ada di institusi maupun instansi lain, belum mengacu pada program Pemerintah Pusat.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Perbatasan Dan Kerjasama – BPKP Kalbar Robert Nusanto mengharapkan, keberadaan BNPP dapat menjadi lembaga yang mandiri baik dari segi kebijakan maupun dari pendanaan.
Lebih lanjut, Robert Nusanto mengatakan , ”Pembentukan Badan Pengelolaan Perbatasan dan Kerjasama – BP2K di Kalbar, mengacu pada Undang – Undang Nomor 43 Tentang Wilayah Negara, dimana Daerah yang berbatasan langsung dengan negara lain dapat membentuk Badan Pengelola Perbatasan. Sedangkan di Tingkat Pusat dapat dibentuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan -  BNPP. Meskipun berada di bawah Kementrian Dalam Negeri, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010, ”namun diharapkan BNPP dapat menghasilkan program pembangunan yang terintegrasi dengan program Kementrian lainnya, untuk mengubah kawasan perbatasan sebagai beranda terdepan negara. 

PERJELAS ATURAN BORDER TRADE AGREEMENT


Perjanjian perdagangan lintas batas (Border Trade Agreement) antara Indonesia dan Malaysia, meskipun di satu sisi menguntungkan masyarakat perbatasan di Entikong Sangggau, ”namun di bagian lain justru menimbulkan persoalan hukum. Pasalnya, produk impor yang dibawa masuk oleh masyarakat dan pedagang, kerap ditangkap aparat berwajib. Padahal, barang yang dibeli berdasarkan isi perjanjian yang mengatur tata niaga perbatasan kedua negara, dengan 600 ringgit bagi setiap pemegang Pas Lintas Batas – PLB per bulan. Sehingga bebas dari pungutan pajak impor, kecuali jika transaksi perdagangan melebihi kuota yang ditetapkan baru dikenakan pajak impor. 
Di hadapan Komisi I DPR RI di Balai Petitih Senin (02/08/2010), Bupati Sanggau Setiman H. Sudin menilai persoalan hukum yang muncul, akibat tidak jelasnya aturan yang dapat menjadi pedoman bagi masyarakat dan pedagang, terhadap jenis yang boleh diperdagangkan, baik untuk kebutuhan sehari hari maupun komersil. Begitu pula menyangkut batas atau kategori daerah di perbatasan, yang boleh membawa masuk produk impor asal negara tetangga. 
Sebagian besar masyarakat perbatasan yang melalui Pos Lintas Batas Entikong Kabupaten Sanggau, membeli kebutuhan sembako di negara bagian Serawak Malaysia Timur. Selain harga lebih murah dibandingkan produk sembako sejenis dalam negeri, Pemerintah juga belum dapat sepenuhnya menyuplai kebutuhan sembako masyarakat perbatasan.
Sempat muncul usulan dari gubernur Kalbar, agar batas transaksi perdagangan di perbatasan direvisi, bukan sebesar 1. 500 ringgit, namun di atas 10. 000 ribu ringit, sehingga mampu mengangkat derajat perekonomian masyarakat di wilayah perbatasan. Sejak diberlakukan tahun 67 silam, Border Trade Agreement (BTA), pernah direvisi pada tahun 1970, namun rencana revisi kedua yang dimulai sejak tahun 94 lalu, hingga saat ini belum rampung. Meskipun Pemerintah Pusat telah mengusulkan draft revisi perjanjian, namun hingga saat ini pembahasan oleh delegasi kedua negara belum memasuki tahap final.

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MENGALAMI PENINGKATAN


Wakil gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya mengatakan, pembangunan masyarakat dari segi pemberdayaan perempuan dan anak, telah mengalami peningkatan selama dua tahun belakangan. Hal tersebut tercermin dari peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak, meskipun belum di semua bidang pembangunan. Selain itu, keterlibatan kaum perempuan dalam pembangunan di berbagai bidang juga terus meningkat, serta kesempatan untuk mengakses pendidikan ke jenjang yang lenih tinggi juga terbuka luas. Hal ini tampak dari kecendrungan peningkatan Indeks Pembangunan Gender – IPG Kalbar, dari 57 pada tahun 2002 kemudian meningkat 58, 8 pada tahun 2006.
Di hadapan Komisi I DPR RI di Balai Petitih Senin (02/08/2010), Christiandy Sanjaya mengakui jika upaya Pemerintah daerah selama ini, belum sepenuhnya mampu meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan terhadap anak. Begitu pula, lemahnya kelembagaan dan penjaringan pengaruh keutamaan gender dan anak, termasuk ketersediaan data dan rendahnya partisipasi masyarakat. Di bagian lain, sejalan dengan era desentralisasi , timbul masalah kelembagaan dan jaringan di daerah, baik di Provinsi maupun Kabupaten Kota. Terutama menangani masalah pemberdayaan perempuan dan anak, karena program pemberdayaan merupakan program lintas bidang sehingga menuntut koordunasi yang sinergis dari pusat hingga daerah. 

TUNTASKAN SENGKETA 5 TITIK PERBATASAN DI KALBAR


Wakil gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya mendesak Pemerintah Pusat, segera menyelesaikan persoalan sengketa tapal batas antara Indonesia – Malaysia. Saat ini masih terdapat sebanyak 5 titik di perbatasan Kalbar – Serawak Malaysia yang masing menjadi persengketaan, masing – masing patok tapal batas di Camar Bulan Kabupaten Sambas, patok D 400, Gunung Raya, Sungai Buan serta Batu Aum di Kabupaten Bengkayang. 
Di Hadapan Tim Komisi I DPR RI di Balai Petitih Senin (02/08/2010), Christiandy menyebutkan kelima titik bermasalah tersebut, telah terjadi sejak tahun 1980 silam, namun belum menemui kejelasan. Dikhawatirkan belum adanya status hukum yang disepakati oleh kedua negara pada kelima lokasi tersebut, dapat memicu konflik yang pada akhirnya menggangu hubungan bilateral kedua negara.
Lebih lanjut, Christiandy Sanjaya mengatakan, Kementrian Eksplorasi Sumber Daya Mineral – ESDM, dalam waktu dekat bakal menurunkan tim ahli dari Badan geologi ke wilayah perbatasan. Tepatnya di desa Jasa Kecamatan Ketungau Hulu Kabupaten Sintang. Tim ahli yang dilengkapi dengan alat geolistrik bakal melakukan investigasi, terkait isu pencurian tambang batubara oleh pihak Malaysia melalui terowongan bawah tanah di bukit Selantik kawasan Kelingkang. Nantinya dapat diketahui secara jelas, apakah ekspolitasi pertambangan di wilayah perbatasan oleh pihak Malaysia, telah memasuki wilayah Indonesia atau tidak.

TINGKATKAN PENGAMANAN DI TAPAL BATAS


Pihak TNI AD berencana dalam waktu dekat memasang CCTV di Pos Penjagaan PPLB Entikong Kabupaten Sanggau. Pemasangan kamera CCTV (Closed Cirquit Televition) merupakan upaya pihak TNI AD untuk memperkuat sistem pengawasan, terhadap arus lalu – lintas orang maupun barang melalui pintu border. 
Di hadapan Tim Komisi I DPR RI di Balai Petitih Senin (02/08/2010),  Kepala Staf Kodam XII Tanjungpura Brigjend TNI Armin Alianyang mengatakan, CCTV yang dipasang nantinya bakal memonitor segala aktifitas yang melalui pos penjagaan, sehingga dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan tindak kejahatan secara cepat. Apalagi, mesin X ray yang ada di Pos perbatasan kini tidak berfungsi lagi, karena mengalami gangguan.
Di bagian lain, Bupati Sanggau Setiman H. Sudin mengusulkan pada Pemerintah Pusat, pembentukan Pos Terpadu di sepanjang perbatasan, minimal berjarak 30 hingga 60 kilometer terdapat satu Pos Terpadu. Meliputi CIQS dan lapangan Helikopter untuk mendukung pengawasan.
Lebih lanjut, Setiman H. Sudin menyebutkan terdapat sebanyak 11 jalan tikus, di sepanjang perbatasan Kabupaten Sanggau. Bukan hanya dilalui pejalan kaki, jalan tikus tersebut juga dapat dilintasi kendaraan roda empat. Sehingga menuntut pengamanan ekstra ketat dari aparat TNI maupun Kepolisian serta Pemerintah Daerah, antara lain dengan memperbanyak jumlah pos Penjagaan.

JANGAN BIARKAN MASYARAKAT TERPENJARA


Adanya regulasi dari Menteri Kehutanan yang melarang eksploitasi kawasan hutan lindung di wilayah perbatasan Kalbar – Serawak Malaysia, telah menghambat Pemerintah Daerah untuk mengembangkan wilayah. Terutama pembangunan sarana infrastruktur jalan yang memang harus melintasi kawasan konservasi, untuk membuka keterisolasian wilayah. 
Demikian penegasan bupati Sanggau Setiman H. Sudin di hadapan Komisi I DPR RI di Balai Petitih Senin (02/08/2010), terkait regulasi dari Kementrian Kehutanan yang dinilai kaku dan memberatkan pemerintah dan masyarakat. Larangan tersebut menyebabkan masyarakat pedalaman yang tinggal di dalam kawasan hutan, tetap terisolasi dan terbelenggu dalam kemisikinan serta kebodohan. Bahkan, terkesan masyarakat terpenjara di negerinya sendiri, akibat aturan dari Pemerintah Pusat yang terlalu mengekang.
Menyikapi hal itu, Ketua Tim Komisi I DPR RI Kemal Azis Stamboel mengatakan percepatan pembangunan di perbatasan, bukan sepenuhnya tanggungjawab kementrian dalam negeri, namun semua kementrian terkait. Untuk itu, program pembangunan kawasan perbatasan harus teritegrasi, termasuk melibatkan partisipasi pihak swasta.   
Pemerintah Pusat beberapa waktu lalu menggagas konsep pengembangan perkebunan kelapa sawit di sepanjang perbatasan Kalimantan, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan tinjauan kemanan negara. Namun, pola Suistainable Consevation Development tersebut, mendapat tantangan dari sejumlah Organisasi Non Pemerintah – NGO, mengingat di kawasan perbatasan terdapat 3 Taman Nasional yakni Betung Karihun, Danau Sentarum, Kayan Mentarang serta Cagar Alam Gunung Nyiut. 

PELABUHAN SAMUDRA, SUDAH URGENS


Pembangunan pelabuhan internasional di wilayah Kalbar, tampaknya sudah begitu urgens. Mengingat kondisi pelabuhan Dwikora Pontianak yang berada di Sungai Kapuas sudah tidak lagi relevan. Disamping kondisi pelabuhan yang tidak lagi mendukung, masalah sedimentasi lumpur yang sudah begitu tinggi, kerap mengganggu arus lalu-lintas ketika memasuki musim kemarau. Dukungan pembangunan pelabuhan samudra bukan hanya datang dari Pemerintah Daerah maupun kalangan pengusaha, namun juga dari institusi TNI AL. Dalam Pertemuan dengan Komisi I DPR RI di Balai Petitih Senin (02/08/2010), Dan Lanal Pontianak Kolonel (laut) Parno mengatakan, adanya Pelabuhan Samudra juga berdampak positif bagi pengembangan sistem pertahanan maritim, terutama pada Alur Laut Kepulauan Indonesia – ALKI I. Sebab, kapal perang TNI AL yang berbadan dan berbobot besar, membutuhkan ruang yang cukup luas untuk melakukan manuver.  
Sementara itu, wakil gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya mengatakan, sambil menunggu realisasi dari pemerintah Pusat untuk membangun Pelabuhan baru, maka Pelabuhan Dwikora harus dioptimalkan. Untuk itu, dirinya mendesak PT. Pelindo II Pontianak segera melakukan pengerukan atau memberikan pada pihak swasta untuk melakukan pengerukan secara periodik. Sebab,  beberapa waktu lalu investor luar negeri menyatakan siap untuk mengeruk lumpur di Sungai Kapuas, dengan kompensasi lumpur yang dikeruk diambil perusahaan bersangkutan.  

TELUSURI KEWARGANEGARAAN GANDA


Adanya pemberitaan di media massa beberapa waktu lalu, jika WNI yang tinggal di perbatasan, juga mengantongi Kartu Kewarganegaraan Malaysia kembali dipersoalkan anggota Komisi I DPR RI Roy Suryo, dalam Pertemuan dengan Jajaran Muspida Kalbar di Balai Petitih Senin (02/08/2010). Seraya menunjukkan sebuah ID Card yang diperoleh ketika menjadi konsultan di Malaysia, dirinya mempertanyakan kewarganegaraan ganda ini, apakah disebabkan kegagalan Pemerintah Indonesia mempertahankan nasionalisme masyarakat setempat. Sebab, melihat kondisi perbatasan yang masih terbelakang dengan rendahnya derajat perekonomian masyarakat, tidak menutup kemungkinan terjadinya krisis kebangsaan yang memicu sebagian masyarakat untuk pindah kewarganegaraan.
Menyikapi hal itu, Bupati Sanggau Setiman H. Sudin menilai jika ada warga negara Indonesia yang kemudian menjadi warga Malyasia, bukanlah suatu hal yang mengherankan. Namun` hal itu terjadi secara natural dan melalui proses adaptasi yang panjang, dan mereka adalah warga Indonesia yang telah menetap di Malaysia selama puluhan tahun. Kendati demikian, dirinya mengakui menjelang Pemilihan Umum di Malaysia, kadangkala muncul penawaran untuk pembuatan ID Card atau kartu kewarganegaraan terhadap warga perbatasan oleh sejumlah oknum warga Malaysia.
Lebih lanjut, Setiman H. Sudin menerangkan jika sebagaian besar warga negara Indonesia di perbatasan Sanggau, memiliki hubungan kekerabatan dengan warga Malaysia yang tinggal di Negara Bagian Serawak. Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Malaysia pun telah sepakat untuk mempertahankan kekerabatan warga perbatasan tersebut, melalui Perjanjian Perdagangan Lintas Batas Border Trade Agrement yang ditandatangani tahun 1970. Dimana warga di perbatasan kedua negara diperbolehkan keluar masuk dan bebelanja untuk kebutuhan sehari – hari, cukup dengan menunjukkan Kartu Past lintas batas. Untuk warga Indonesia, Kartu PLB berlaku pada beberapa kecamatan di Kabupaten Sanggau, antara lain Entikong dan Sekayam.

SEGERA REALISASIKAN JALAN PARAREL


Wakil gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya menyesalkan suara sumbang sebagian kalangan, yang kurang menyetujui pembangunan jalan pararel perbatasan Kalbar – Serawak Malaysia. Padahal pembangunan jalan pararel sepanjang 956 Kilometer tersebut, merupakan upaya Pemerintah Provinsi untuk mempercepat pembangunan di kawasan perbatasan. 
Hal tersebut diungkapkan Christiandy Sanjaya di hadapan Komisi I DPR RI di Balai Petitih Senin (02/08/2010). Meskipun tidak menyebutkan nama pihak atau kelompok yang berasumsi seperti itu, namun, dirinya menilai pernyatan tersebut sangat tidak logis dan tidak melihat fakta di lapangan. Dirinya mengakui pembangunan jalan pararel menelan biaya yang cukup tinggi, yang diperkirakan mencapai 10 trilyun rupiah, tetapi pembangunan jalan pararel tidak dapat ditinjau dari aspek ekonomis semata, karena juga menyangkut kedaulatan negara.
Menyikapi hal itu, anggota Komisi I DPR RI Yahya Secawirya menyatakan dukungannya, terhadap usulan Pemerintah Kalbar untuk membangun jalan pararel perbatasan. Dirinya sependapat jika hal itu merupakan alternatif terbaik, untuk mengejar ketertinggalan dan keterbelakangan masyarakat di perbatasan, sekaligus menjadikan kawasan perbatasan sebagai beranda terdepan negara.
Sementara itu, Ketua Tim Komisi I DPR RI Kemal Azis Stamboel menyatakan pihaknya kini tengah mencari terobosan baru, yang secara politis mampu menggulirkan regulasi baru yang dapat mendorong pengembangan kawasan perbatasan. Apalagi kondisi geografis Kalbar yang sangat strategis, sudah seharusnya menjadi prioritas Pemerintah Pusat untuk mengeluarkan kebijakan khusus.

TUNTASKAN PERSOALAN PIN ATRIBUT


Anggota DPRD Kalbar Syarif Izhar Asyuri mendesak Sekretariat DPRD, mempertanggungjawabkan pengadaan Pin atribut anggota Dewan yang bermasalah. Pasalnya, PIN yang dibagikan kepada 55 anggota DPRD Kalbar, ternyata tidak sesuai dengan standar yang diusulkan dalam penyusunan APBD Tahun 2010. Dimana Pin atribut harus terbuat dari emas 22 karat dengan berat 10 gram, Namun, Pin yang telah dibagikan dan dikenakan anggota dewan cuma memiliki kadar 16 karat dan berat diperkirakan 2 hingga 3 gram.
Ditemui seusai Rapat internal DPRD Selasa (10/08/2010), Syarif Izhar Asyuri meminta persoalan ini segera dituntaskan oleh pihak Sekretariat DPRD. Dengan meminta klarifikasi terhadap Panitia Pengadaan Pin atribut, dalam hal ini Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan – PPTK. Jika memang ada indikasi penyimpangan keuangan dalam pengadaan pin atribut, maka harus harus diserahkan penanganannya melalui mekanisme hukum.  
Sementara itu, Sekretaris DPRD Kalbar Bambang Surachmat mengatakan, belum bisa mengklarifikasi persolan Pin atribut. Karena masih menunggu M. Nasyir selaku PPTK yang melakukan proses tender dalam penanganan pin atribut. Saat ini yang bersangkutan tengah berada di luar daerah, mendamping Wakil Ketua DPRD Kalbar Nicodemus R. Toun. Bambang menjanjikan untuk menuntaskan persoalan ini, dengan meminta penjelasan kepada pejabat bersangkutan atas berkurangnya berat dan kadar emas Pin atribut.

MASYARAKAT TUNTUT CABUT IZIN PT. SINTANG RAYA


Masyarakat dari 4 desa di Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya, yakni ; Seruat II, Seruat III, Mengkalang Guntung dan Sungai Slamat. mendesak Pemerintah setempat segera mencabut izin operasi PT. Sintang Raya. Sebab, Perusahaan yang beroperasi sejak pertengahan 2006 ini, telah mempraktekkan perampasan lahan di tanah yang sudah dikelola masyarakat sejak puluhan tahun. Disamping itu, penebangan hutan yang dilakukan PT. Sintang Raya, telah mengakibatkan terjadinya bencana banjir di 4 desa tersebut. 
Dalam Jumpa Pers di Kantor Walhi Kalbar Senin (09/08/2010), salah seorang warga desa Seruat II, Jasni mengatakan, banjir setinggi 2 meter yang terjadi awal Juli lalu, merupakan dampak dari penebangan hutan oleh PT. Sintang Raya. Karena hutan yang selama ini menjadi daerah serapan air dan penyangga 4 desa tersebut, telah habis dibabat perusahaan. Pada saat bersamaan, sungai dan parit yang selama ini menjadi sumber air bagi masyarakat, juga ikut tercemar. 
Di tempat yang sama, Ketua Gemawan Agus Sutomo mempertanyakan keluarnya dokumen AMDAL PT. Sintang Raya, dari Pemerintah Kabupaten Kubu Raya.  Sebab, berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 tahun 2009 Tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan gambut untuk budidaya Kelapa Sawit, kriteria Lahan gambut yang dapat digunakan untuk budidaya kelapa sawit minimal memiliki kedalaman 3 meter. Sedangkan kedalaman lahan gambut yang dikonsesi PT. Sintang Raya, ada yang mencapai 4 – 5 meter.
Lebih lanjut, Agus Sutomo menyebutkan, indikasi pelanggaran hukum juga terlihat dari proses perizinan PT. Sintang Raya. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 tahun 2007, Tentang pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, syarat perusahaan dapat memperoleh Izin Usaha Perkebunan – IUP adalah memiliki studi AMDAL, atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup – UKL dan Upaya pemantauan lingkungan Hidup – UPL. Namun, PT. Sintang Raya telah mengantongi IUP berdasarkan SK Bupati Pontianak Nomor 400 Tahun 2004 dengan luas areal mencapai 20. 000 Ha tanpa adanya dokumen AMDAL. Sebab, dokumen AMDAL untuk PT. Sintang Raya baru diterbitkan Tahun 2008.
Sementara itu, Ketua Walhi Kalbar Hendi Chandra menyayangkan kebijakan sejumlah Kepala Daerah, yang masih memberikan izin baru bagi perkebunan kelapa sawit. Padahal, Presiden SBY telah mengkampanyekan pengurangan produksi Gas Rumah Kaca – GRK sebesar 50 % Tahun 2009, pada pertemuan G8 di Hokkaido Jepang. Hendi Chandra menilai semangat moratorium yang dicanangkan oleh Presiden ternyata mentah di daerah, termasuk di Kalbar. Karena konsesi lahan bagi perkebunan kelapa sawit masih diberikan Pemerintah Daerah, sehingga memperparah kerusakan lingkungan.
Meskipun telah menimbulkan dampak sosial dan lingkungan, namun konsesi lahan bagi perkebunan kelapa sawit masih saja diberikan Pemerintah Daerah. Walhi mencatat pada Tahun 2007, dari total luas izin usaha yang diterbitkan sekitar 3, 2 juta Ha, meningkat menjadi 4, 6 Ha pada Tahun 2008. Artinya dalam satu tahun di Kalbar, terjadi lonjakan luas izin usaha mencapai 1,4 juta Ha. Jika laju kerusakan hutan tak dapat dibendung, bukan hanya memicu tingginya produksi Gas Rumah Kaca, namun juga mengancam kelestarian keanekaragaman hayati serta masyarakat Kalbar yang masih menggantungkan hidupnya dari kawasan hutan.   

INDIKASI KORUPSI DALAM PENGADAN PIN EMAS

Kalangan DPRD Kalbar mempertanyakan Pin atribut, yang diadakan oleh Sekretariat DPRD, bagi seluruh anggota dewan. Pasalnya, Pin atribut yang telah dibagikan kepada 55 anggota DPRD, terbuat dari emas 16 karat dan berat sekitar 3,5 gram. Berbeda dengan hasil pembahasan internal DPRD pada saat penyusunan APBD Tahun 2010, dimana Pin atribut harus terbuat dari emas 22 karat dan berat 10 gram. Sementara, biaya yang dianggarakan untuk pengadaan Pin atribut, sebesar Rp. 320. 000 per gram. 
Ditemui di ruang Fraksi PPP Senin (09/08/2010), anggota DPRD Kalbar Ali Akbar menilai telah terjadi indikasi penyimpangan keuangan dalam pengadaan Pin atribut bagi anggota Dewan. Untuk itu, dirinya meminta Pimpinan DPRD segera menindaklanjuti persoalan ini, sehingga dapat diketahui secara jelas kenapa pin yang dipesan, berkurang berat dan kadar emasnya. Selain itu, dirinya juga mempertanyakan 2 atribut dewan lainnya, yang sudah 10 bulan belum juga dibagikan Sekretariat DPRD yakni, topi serta papan nama anggota dewan.
Dikonfirmasi, Sekretaris DPRD Kalbar Bambang Surachmat mengaku baru mengetahui, jika kadar dan berat emas Pin atribut yang dipesan ternyata berkurang. Namun` dirinya berjanji segera memanggil Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan – PPTK, yang diberi kewenangan dalam pengadaan Pin atribut anggota DPRD, melalui proses lelang.
Sementara itu, Ketua DPRD Kalbar Minsen SH. mengatakan akan menindaklanjuti temuan ini, Namun, dirinya meminta persoalan ini tidak terlalu dibesar – besarkan dan tidak buru – buru mengatakan ada indikasi korupsi. Karena, mungkin saja harga emas per gram yang dianggarkan pada saat penyusunan APBD, ternyata di bawah harga ketika Pin tengah diproduksi. Sehingga untuk menyesuaikan harga emas dengan anggaran, pantia lelang terpaksa mengurangi kadar dan berat Pin emas bagi anggota DPRD. Apalagi, harga emas sendiri relatif fluktuatif.

3 PETUGAS KKP DITAHAN MALAYSIA


Polisi Marinir Diraja Malaysia – PDRM memicu ketegangan dengan negara Indonesia, menyusul aksi penghadangan dan penyanderaan 3 petugas Kementrian Kelautan dan Perikanan – KKP di perairan pulau Rakit Kepulauan Riau (Jum`at/13/08/2010). Kapal Patroli Dolphin 015 milik KKP yang tengah membawa 7 nelayan dan 5 kapal tangkapan, tiba – tiba dihadang Kapal Patroli PDRM. Karena kalah jumlah personil dan petugas KKP saat itu tidak membawa senjata, semakin mempermudah pihak PDRM untuk menghadang dan menyandera 3 petugas KKP. 
Dihubungi via ponsel Sabtu (14/08/2010), Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan – PSDKP Pontianak Bambang Nugroho mengatakan, patroli KKP memergoki 7 nelayan menggunakan 5 kapal, tengah mencuri ikan di perairan Indonesia. Masing – masing pada Koordinat GSPP : 1) 1-22` - 3936” LU 104-28` - 8681” BT, untuk penangkapan KIA pertama sekitar pukul 20.00 WIB (13/08/2010). KIA JHF 6532. 2) 1-22` - 2186’ LU 104–31` - 3188’ BT, posisi penangkapan KIA kedua sekitar pukul 20. 10 WIB. KIA JHF 8442. 3) 1-21` - 1686” LU 104 – 29`- 0682” BT posisi penangkapan KIA ketiga sekitar pukul 20. 20 WIB.KIA JHF 6367 4) 1-21` - 0436” LU 104 – 30` - 9437” BT, posisi penangkapan KIA keempat sekitar pukul 20. 27 WIB. KIA JHF 5320. 5) 1-20` - 0187” LU 104 – 29` - 4183” BT, posisi penangkapan KIA kelima sekitar pukul 20.45 WIB. KIA JHF 5280. Ketujuh nelayan kemudian diangkut ke kapal Dolphin, sedangkan 5 kapal tangkapan dikawal oleh petugas KKP menggunakan kapal kecil sepanjang 8 M berkekuatan mesin 115 x 2. Tidak lama berselang tiba – tiba Kapal patroli PDRM datang dan menghadang iring – iringan kapal KKP, dan sempat melakukan 2 kali tembakan peringatan. Pihak PDRM berhasil menahan 3 petugas KKP serta mengambil alih 5 kapal nelayan yang ditangkap. Aksi penghadangan terjadi sekitar pukul 20. 45 WIB pada posisi 1-16` - 8937” LU 104 – 27` - 8178” BT. 
Lebih lanjut, Bambang mengatakan, jika PDRM sempat mengajak pihak KKP untuk saling tukar tahanan. Namun, ditolak karena pihak Malaysia menuntut agar ketujuh nelayan yang ditahan petugas KKP dibebaskan terlebih dahulu. Ketiga petugas KKP yang ditahan PDRM yakni, Asriadi 40 tahun, Erwan 37 tahun dan Seivo Grevo 26 tahun, dan saat ini berada di Johor Malaysia. Sedangkan 7 nelayan Malaysia yang ditahan dititipkan di Markas Polair Batam. Persoalan ini telah dilaporkan ke Kementrian Kelautan dan Perikanan serta dikoordinasikan dengan Polair Polda Kepulauan Riau di Batam.